Kasus Bullying di Sekolah Libatkan Pelajar Marak, Dede Yusuf Sarankan Ini

Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi

BANDUNG – Dalam beberapa pekan terakhir ini masyarakat diberbagai daerah tak terkecuali di Kabupaten Bandung dibuat cemas seiring dengan maraknya kasus bullying di sekolah yang melibatkan pelajar.

Yang memprihatinkannya lagi, dalam kasus bullying di sekolah antara pelajar diberbagai jenjang pendidikan ini sering diiringi dengan aksi kekerasan. Tak pelak hal ini membuat  orangtua harus ekstra mengawasi anaknya.

Menyikapi kasus bullying di sekolah yang belakangan mengemuka hingga videonya beredar dan viral di jagat maya, Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi ikut buka suara dan ikut memberikan saran.

Dede Yusuf menilai perlu keterlibatan Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai pembina untuk Bimbingan Penyuluhan (BP) keamanan di lingkungan sekolah demi menekan kasus perundungan pelajar ini.

Ini Baca Juga :  Tekan Penyimpangan, Senpi Anggota Polsek Cicalengka Diperiksa

Pelibatan APH, menurut Legislator dari dapil Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini, sangat penting untuk mengatasi berbagai pelanggaran yang dilakukan siswa atau pelajar termasuk perilaku bullying.

Selain itu, Dede Yusuf memandang pembina teritorial seperti Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga dapat membantu mengatasi berbagai bentuk kenakalan siswa melalui pemberian disiplin yang edukatif. 

“Babinsa dari TNI sekaligus Bhabinkamtibmas dari Polri bisa dilibatkan dalam aspek pembinaan. Guru BP itu seharusnya diambil dari penegak hukum bisa Bhabinkamtibmas atau Babinsa,” ungkap Dede, Selasa 3 Oktober 2023.

“Tapi, itu harus disepakati bersama, sehingga penegakkan disiplin di lingkungan sekolah dilakukan sesuai dengan Tupoksinya,” tutur Politisi dari Partai Demokrat itu menambahkan.

Dede mengatakan peran guru berubah seiring dengan perkembangan zaman. Tidak seperti masa lampau di mana guru bisa tegas memberi sanksi kepada murid namun kini guru hanya bisa berfokus pada pengajaran akademik dan konseling.

Ini Baca Juga :  Terobosan Baru, Petugas Diberi Ilmu Bahasa Isyarat untuk Operasi Zebra Lodaya 2024

Karena berbagai alasan dan faktor termasuk urusan Hak Asasi Manusia (HAM) itulah, guru kini terkesan mengabaikan kenakalan siswa. Dede menyebut, banyak guru enggan memberikan sanksi disiplin kepada siswa karena takut dilaporkan ke pihak berwajib oleh orang tua murid.

“Guru atau kepala sekolah umumnya takut melakukan pendisiplinan karena khawatir diadukan ke penegak hukum dan guru tidak pernah belajar cara melakukan sanksi fisik yang benar. Akhirnya, guru memilih untuk lepas tangan kalau ada masalah karena sering terjadi justru guru yang akhirnya berurusan dengan hukum,” katanya.

Dede menilai, Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 belum mengatur pemberian sanksi tegas atas pelanggaran. Oleh karena itu, ia mendukung adanya revisi Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).

Ini Baca Juga :  Bupati Sesumbar Bisa Tingkatkan Layanan Kesehatan Masyarakat Kabupaten Bandung

“Aturan di Permendikbud sekarang lemah dalam implementasi di sekolah. Menurut saya Permendikbud itu harus menyepakati tentang edukatif disiplin. Jadi penegakan disiplin secara edukatif,” ujar mantan Wakil Gubernur Jabar itu.

Dede yakin pelibatan unsur APH dianggap akan lebih efektif mendisiplinkan siswa. Fungsi APH adalah sebagai pengawas dalam pembinaan siswa, khususnya dalam hal pemberian sanksi disiplin.

“Guru sekarang bukan tupoksinya memberikan hukuman, karena sebatas mengajar. Ada BP pun lebih pada konseling aja. Yang menegakkan hukum sanksi disiplin itu nggak ada, jadi nggak ada yang ditakuti di sekolah,” ungkapnya.