Kisah “Nyai Sumedang” Pahlawan Pangan Rancakalong Wafat di Keraton Surakarta di Abad ke-18

TARAWANGSA: Seni Budaya Khas Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang/ poto Instagram @my Sumedang

INISUMEDANG.COM – Meskipun silsilah Rancakalong muncul dalam beberapa versi sejarah. Namun sebagai patokan (dasar) sejarah Rancakalong berada dalam kitab Babon. Menurut Undang Nuryadin tokoh masyarakat Rancakong. Dalam kitab tersebut diantaranya kisah Nyai Sumedang, salah satu pahlawan pangan Rancakalong yang wafat di Keraton Surakarta saat pulang membawa benih padi ke Rancakalong dari Mataram abad ke-18.

“Cerita dalam kitab sejarah itu, bisa dibuktikan dengan ciri-ciri (Patilasan) yang ada di wilayah Rancakalong. Bahkan kitab sejarah Babon masih tersimpan di seorang tokoh Rancakong yang kini masih hidup, “ungkap dia dirumahnya, Jumat (4/3/2022).

Disebutkan, kitab sejarah Babon dengan hurup Pegon bertulisan Arab yang diartikan dalam bahasa Sunda. Ditulis dalam kertas biasa Leces zaman kuno pada abad ke-8.

Ini Baca Juga :  Selain Membersihkan Dosa, Puasa juga Bisa Membuang Toksin Dalam Tubuh

Rancakalong itu, lanjut dia, bukan berasal dari istilah di ranca (sawah lumpur) ada kalong (Kelawar). Tapi di ranca ada ngelong (ngelong : nunggu) yang membawa benih padi dari kerajaan Mataram datang ke Rancakalong di abad 18.

Waktu itu, masyarakat Rancakalong kena musibah kelaparan hebat akibat gagal panen dilanda kemarau berkepanjangan. Terpaksa masyarakat tanam Hanjeli untuk mengganti makanan pokok. Sehingga mengutus 5 orang untuk mengambil benih padi dari Mataram.

“Ngelong yaitu menunggu utusan yang berangkat ke Mataram membawa benih padi. Ke-5 utusan itu Embah Wisa Nagara, Embah Jati Kusumah, Embah Wira Suta, Embah Raksa Gaman, ditambah utusan dari Kerajaan Sumedang yaitu Nyai Sumedang,” tuturnya.

Ini Baca Juga :  Kartu E Tol Rusak, Atau Tak Terbaca? Jangan Panik, Lakukan Langkah Ini

Menurut Kitab Babon Kisah Nyai Sumedang Sebagai Utusan Kerajaan Sumedang Untuk Mengambil Benih Padi dari Mataram

Berdasarkan buku cerita Babon itu, ditengah perjalanan pulang ke Rancakalong, salah seorang dari 5 pahlawan itu wafat yaitu Nyai Sumedang utusan kerajaan Sumedang. Di makamkan di keraton Surakarta.

“Ketika saya nyekar ( ziarah) ke Makom Nyai Sumedang di keraton Surakarta, memang ada. Hanya saja makan Nyai Sumedang berada luar area Keraton karena Nyai Sumedang dianggap orang luar Keraton Surakarta,” katanya.

Namun semua makom raja-raja Mataram ada di dalam area keraton Surakarta. Bukan berdasarkan cerita bahwa makom raja-raja Mataram itu ada di Demak.

Ini Baca Juga :  ICMI Muda Sumedang Dorong Pengembangan Agrowisata

Pahlawan pangan itu tinggal 4 orang. Mereka melanjutkan perjalanannya. Namun ada versi bahwa benih padi dapat ngambil tanpa pamit (maling). Namun karena kemurahan hati Raja Mataram, benih padi itu diberikan secara sukarela.

“Hanya waktu itu, raja Mataram berpesan harus hati-hati dalam membawa benih padi, jangan diketahui para Ponggawa (prajurit) penjaga Kerajaan Mataram. Benih padi itu dimasukan ke dalam Kecapi sehingga tidak diketahi membawa benih padi,” tandasnya.