Berita  

Khawatir Alih Fungsi Lahan Hutan, Pemerhati Lingkungan di Sumedang Minta Kebijakan dari Bupati

Pemerhati Lingkungan yang juga Ketua Korwil DAS Sumedang, Saepudin

INISUMEDANG.COM – Adanya regulasi baru dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Permen Nomor 09 tahun 2021 yang nantinya membagi hutan jawa menjadi dua bagian skema yaitu KHDPK maupun KKPP. Beberapa paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Pulau Jawa bereaksi salah satunya LMDH Jabar.

Mereka meminta keadilan dan keberpihakan KLHK maupun Perhutani agar masyarakat Desa Hutan tetap bisa memanfaatkan hutan sebagaimana mestinya sebagai kelestarian dan kelangsungan lingkungan hidup.

Pemerhati Lingkungan yang juga Ketua Korwil DAS Sumedang, Saepudin mengatakan adanya regulasi itu yang salah satu isinya lahan perhutani bisa disertifikatkan menjadi hak milik, ada kekhawatiran dari pemerhati lingkungan akan disalah gunakan. Sehingga, nantinya akan ada alih fungsi lahan yang awalnya kawasan konservasi dan resapan air menjadi lahan pemukiman.

“Semisal menjadi lahan pemukiman dan lahan bisnis perhotelan hunian atau penginapan. Imbasnya terjadi longsor banjir bandang, erosi. Karena hutan sebagai cadangan air, oksigen, dan kelestarian lingkungan malah diganti dengan hunian karena sudah menjadi hal milik. Ironisnya, ketika sudah menjadi hak milik perseorangan dijual ke kaum kapitalis atau orang berduit,” ujarnya, Senin (6/6/2022).

Ini Baca Juga :  Pembenahan Fasum-Fasos Perumahan di Sumedang Terbentur Status

Berdasarkan hasil audiensi dengan anggota Komisi IV DPR RI, dan Dirjen Kementrian LHK, sebetulnya secara regulasi belum diketok palu oleh kementrian lingkungan hidup dan Kehutanan. Namun, praktek di lapangan sudah terjadi hal demikian, adanya pihak desa yang membagikan lahan perhutani ke warga sekitar. Jika sudah disertifikatkan, maka tak heran jika suatu saat akan dijual belikan.

LMDH Jabar, tokoh peduli lingkungan Jabar, budayawan, dan pemerhati lingkungan pun sudah menggelar audiensi

“LMDH Jabar, tokoh peduli lingkungan Jabar, budayawan, dan pemerhati lingkungan pun sudah menggelar audiensi dengan Komisi IV yang membawahi lingkungan hidup dalam hal ini pak Dedi Mulyadi. Hasil audiensi yang digelar dengan Komisi IV, pada Selasa 24 Mei 2022, belum membuahkan hasil. Padahal, sudah terjadi di Karawang juga seperti itu, lahan perhutani dipakai tempat pembuangan sampah B3. Di Banten, juga ada jual beli lahan, bahkan ada kasus pengusiran petani hutan di Jatim,” ujarnya.

Ini Baca Juga :  Baznas dan TNI Bersinergi Bantu Rutilahu di Desa Ambit

Menurutnya, Luas lahan perhutani yang tercatat di KPH Pulau Jawa ada 1.2 juta hektare. Kemudian ada 57 KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) yang memanfaatkan lahan hutan untuk diolah menjadi ketahanan pangan. Nah, sejauh mana Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sumedang mempertahankan kebijakan itu. Agar tidak diambil alih oleh kaum kapitalis atau pemilik modal.

“Kami setuju setuju saja jika memang lahan perhutani di kelola warga sekitar. Namun hawatir ditumpangi oleh ormas tertentu dan kaum kapitalis, yang nantinya dipakai alih fungsi lahan. Contoh kasus yang terjadi di Kecamatan Surian dan Rancakalong Sumedang,” ujarnya.

Ini Baca Juga :  PSBB Tahap II Hari ke-13, Ada Kenaikan Pelanggaran Pada Check Point di Bandingkan Hari Kemarin

Untuk itu langkah yang akan diambil berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah baik tingkat Provinsi maupun Kab/Kota dan DPRD Provinsi untuk mensikapi dan mengantisipasi dampak buruk yang akan terjadi terhadap lingkungan di Jawa Barat. Menyampaikan aspirasi ke KLHK dan Perhutani. Membuat kajian dan tindakan hukum apabila ditemukan indikasi penyimpangan terhadap produk hukum yang telah ada.

“Kami juga dalam waktu dekat ini akan melakukan audiensi dengan Bupati Sumedang dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Sumedang untuk membicarakan sejauh mana LMDH Sumedang menyikapi masalah ini. Karena kami khawatir kedepannya akan disalahgunakan,” tandasnya.