Kebijakan KDM Tak Hanya Ancam Sekolah Swasta, Tetapi Lapangan Kerja Bagi Guru

Caption: Kondisi salah satu SMK Swasta di Kabupaten Sumedang sepi dari aktivitas siswa, karena kebijakan KDM.

SUMEDANG – Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Gubernur Dedi Mulyadi (KDM) yang membolehkan kuota hingga 50 siswa per kelas di SMA Negeri, menuai sorotan dari berbagai kalangan.

Tak hanya dinilai meminggirkan keberadaan sekolah swasta, kebijakan ini juga dinilai berpotensi mengancam keberlangsungan ribuan tenaga kerja di lingkungan pendidikan swasta.

Ajang Tajudin, salah satu guru honorer di sekolah swasta, menyatakan keprihatinannya. Ia mengaku telah puluhan tahun mengabdi sebagai tenaga pendidik, namun hingga kini belum pernah merasakan pengangkatan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Ini Baca Juga :  Persiapan Menuju Smart Campus, IPDN Launching Smart Campus Database (SCDB)

“Sekarang jangankan ada pengangkatan P3K, dengan kebijakan KDM ini saja kami sudah terancam kehilangan mata pencaharian,” ujarnya, Sabtu (12/7).

Menurut Ajang, kebijakan tersebut memang bisa menjadi solusi untuk menekan angka putus sekolah yang masih tinggi di Jawa Barat. Namun, di sisi lain, kebijakan itu berisiko menciptakan efek domino bagi eksistensi sekolah swasta.

“Sekolah swasta bisa sepi peminat. Bukan hanya guru honorer, tapi juga staf Tata Usaha, petugas keamanan, pedagang kantin, hingga petugas kebersihan bisa kehilangan pekerjaan,” kata Ajang.

Ini Baca Juga :  Kelompok Keahlian Sains dan Bioteknologi Tumbuhan SITH ITB Gelar Pelatihan Hidroponik

Ia berharap pemerintah tidak menutup mata terhadap peran dan kontribusi sekolah swasta dalam dunia pendidikan di Jawa Barat. Banyak sekolah swasta yang telah melahirkan lulusan berprestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional.

“Lulusan sekolah swasta banyak yang bekerja, membantu menekan angka pengangguran, bahkan menciptakan lapangan kerja baru. Kami mohon kebijakan ini dievaluasi agar tidak mematikan sekolah swasta secara perlahan,” pungkasnya.