SUMEDANG, 4 Juli 2025 – Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) SMA dan SMK se-Jawa Barat bersama Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) akan mendatangi Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat pada Senin, 7 Juli 2025. Mereka dijadwalkan menghadiri rapat kerja bersama Komisi V DPRD Jabar untuk membahas kebijakan Gubernur Jabar terkait penambahan kuota siswa di sekolah negeri dari 36 menjadi 50 siswa per kelas.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) ke jenjang pendidikan menengah. Namun, langkah itu menuai reaksi keras dari FKSS dan BMPS karena dinilai mengancam keberlangsungan sekolah swasta di Jabar.
Ketua Komisi V DPRD Jabar, H. Yomanius Untung, mengaku telah menerima aspirasi dari FKSS dan siap menampung keluhan mereka dalam forum resmi. Rapat kerja dijadwalkan berlangsung di Ruang Komisi V DPRD Jabar, Jl. Diponegoro No.27, Bandung, mulai pukul 10.00 WIB.
Menurut Untung, keputusan Gubernur itu sebenarnya bertujuan mulia, yakni memberi ruang bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem dan panti asuhan agar bisa tetap mengakses pendidikan di sekolah negeri. Namun, ia menilai langkah tersebut bertentangan dengan Permendikbud yang mengatur maksimal 36 siswa per kelas di jenjang menengah.
“Yang jadi persoalan adalah, ketika kuota dinaikkan menjadi 50 orang per kelas, banyak siswa yang sudah mendaftar ke sekolah swasta justru pindah ke negeri. Ini jelas merugikan sekolah swasta,” ujar Yomanius Untung usai menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah di Desa Cibeusi Jatinangor, Jumat (4/7).
Ia menegaskan, Komisi V DPRD akan mencari solusi agar kebijakan Gubernur tidak merugikan pihak manapun, terutama sekolah swasta yang selama ini turut berkontribusi dalam pendidikan di Jawa Barat.
Untung juga mengingatkan agar kebijakan ini tidak disalahgunakan. “Harus betul-betul diverifikasi, jangan sampai siswa dari keluarga mampu ikut mengisi kuota 50 orang per kelas dengan dalih tidak mampu. Sekolah harus lakukan kroscek langsung ke rumah calon siswa,” tegasnya.
Ia pun menyoroti indikasi pungutan liar yang mungkin terjadi dalam penerimaan siswa baru. “Kalau ini sampai dimanfaatkan oknum guru atau pihak sekolah negeri untuk keuntungan pribadi, tentu menciderai semangat pemerataan pendidikan,” tambahnya.
Dengan adanya rapat kerja ini, DPRD berharap tercipta formulasi kebijakan yang adil dan seimbang antara sekolah negeri dan swasta, serta tetap berpihak pada anak-anak dari keluarga tidak mampu.