INISUMEDANG.COM – Banjir yang terjadi di Jatinangor Kamis 24 Desember kemarin, menyisakan duka mendalam bagi warga Jatinangor khususnya yang terkena musibah.
Betapa tidak, banjir itu membuat rumah dan perabotan warga rusak. Tak hanya itu, disaat warga terdampak Tol terkena ganti untung, justru warga yang berada di pinggiran sungai Cibeusi yang menjadi buntung. Seperti apa kisahnya, berikut liputannya.
IMAN NURMAN, Jatinangor
Target percepatan Tol Cisumdawu rupanya tidak berpihak ke warga lokal (sekitaran proyek). Sikap tergesa-gesa dan tak mau atasan marah, menjadi faktor kenapa proyek nasional itu tak memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang berakibat fatal.
Belum lagi, tak semua warga Sumedang khususnya dari kalangan rakyat kecil yang tak memiliki kendaraan roda empat bakal menikmati jalan bebas hambatan tersebut.
Menanggapi permasalahan itu, anggota DPRD Sumedang dari Dapil 5, H. Dudi Supardi mengatakan masalah banjir kemarin menjadi satu satunya bencana dalam sejarah banjir terparah di Jatinangor, sejak 15 tahun silam.
Memang Jatinangor khususnya Cipacing menjadi langganan banjir saat musim hujan. Terutama di RW 07 Madalangu dan RW 13 Sololanjarak.
Disamping daerahnya yang berada di dataran paling rendah di Jatinangor, juga adanya sungai Cikeruh yang melintas dari Cilayung, Hegarmanah, Cikeruh, Sayang, Mekargalih, Cipacing hingga Rancaekek Kabupaten Bandung.
Namun banjir ini bukan luapan Sungai Cikeruh. Melainkan luapan Sungai Cibeusi yang tak begitu lebar jika dibandingkan sungai Cikeruh.
Sungai ini pun terkenal dengan kejernihannya dan arusnya yang landay. Menurut Dudi, tak akan ada asap jika tak ada api, tidak akan ada banjir jika tak ada masalah pemicunya.
“Terus terang ini dari malam kita pantau, keluhan dari masyarakat tentang kejadian banjir ini mereka laporkan dengan foto dan video-videonya”. Ujarnya.
Masyarakat Demo Berarti Keberadaan Pemerintah Tidak Ada
Sehingga, lanjut Didi, tadi pagi saya dengan Pak Sekda, saya bilang ini masyarakat Saya yakin akan melakukan demo ke jalan tol kalau mereka melakukan demo ke jalan tol berarti keberadaan pemerintahan tidak ada.
“Makanya antisipasi sebelum mereka melakukan demo ke jalan tol harus dicari solusi dulu oleh pemerintah daerah,” ucappnya.
Politisi Senior PAN ini menambahkan, berdasarkan hasil sidak anggota DPRD bersama para kepala desa, Sekda, dan masyarakat, memang benar arus air dari jalan tol langsung ke pemukiman dan sawah warga. Drainase yang kecil tidak mampu menampung volume air yang besar.
“Saya fotoin semua sumber-sumber yang masuk ke jalan dan pemukiman ada. Jadi kalau mereka (pihak Satker) mau ngelak bahwa itu sumbernya bukan dari tol, saya perlihatkan buktinya”. Kata Dudi.
Kata Dudi, Saya sampaikan karena kejadiannya adalah semua tebing yang ditebang itu dibikin aliran air masuk ke pinggir jalan tol.
“Dari jalan tol baik yang kiri maupun kanan larinya ke selokan dan bermuara ke Sungai Cikeruh dan Cibeusi. Jika itu tak membuat banjir, buktinya itu belum pernah terjadi banjir sejak 15 tahun yang lalu,” paparnya.
Anggota Komisi 1 itu menambahkan dulu pernah ada banjir, solusinya peninggian TPT di bantaran sungai. Dan sudah beberapa tahun terakhir sudah tidak ada masalah.
“Sekarang dengan debit air banyak TPT menjadi ambruk, kemudian air melimpah ke warga. Jadi saya yakin itu adalah dampaknya dari jalan tol”. Terangnya.
Hasil audiensi dengan pihak Satker Tol, memang ada penanganan-penanganan jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek, Satker siap membangun dinding penahan tanah dan perbaikan drainase. Kemudian untuk pengerukan itu akan kerjasama dengan BBWS karena itu wilayah Bandung Sumedang sehingga wilayahnya wilayah BBWS Jabar.
“Nah untuk jangka panjangnya mereka juga akan mengusahakan membuat embung atau penampungan air,” ujarnya.
Terkait adanya rumah dan pekarangan warga yang rusak, pihak Satker belum membicarakan secara pasti. Hanya penanganan untuk masalah keselamatan warga secara umum.