Bagaimana Hukum Maulid Nabi Menurut 3 Ormas Islam di Indonesia? Berikut Pandangannya

Hukum Maulid Nabi

INISUMEDANG.COM – Memasuki bulan Rabiul Awal atau bulan Mulud (versi Sunda). Jutaan umat islam di seluruh dunia selalu memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW yang biasa disebut Maulid Nabi. Tepatnya, kelahiran Rasulullah SAW diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal yang tahun ini jatuh pada 8 Oktober 2022.

Perayaan Maulid Nabi telah dilaksanakan sejak berabad-abad yang lalu sejak zaman 4 imam besar.

Namun, selama ini sudah dicap kuat bahwa ormas PP Muhammadiyah menolak peringatan Maulid Nabi. Namun, ternyata tidak sepenuhnya begitu. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menegaskan hukum peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw adalah mubah. Yakni tidak dilarang sekaligus tidak diperintahkan. Dan bisa jadi hal baik dan bernilai ibadah jika niatnya benar.

“Tapi juga bisa memiliki nilai dan makna yang sangat penting bahkan bisa bernilai ibadah. Jika perayaannya kita selenggarakan sesuai dengan tuntunan agama dan kita niatkan sebagai bagian dari kita beribadah kepada Allah”. Kata Mu’ti dalam Pengajian Maulid Nabi Universitas Muhammadiyah Kudus, beberapa waktu lalu.

Abdul Mu’ti lantas mengutip penjelasan murid Kiai Ahmad Dahlan yaitu Kiai Mas Mansur terkait Maulid Nabi dalam buku karya Amir Hamzah Wiryosukarto.

“Kalau peringatan itu sebagai sesuatu yang wajib dilakukan, maka itu bisa disebut sebagai bid’ah. Tapi jika peringatan itu tidak dimaksudkan sebagai sesuatu yang diwajibkan tapi sebagai sesuatu yang dilakukan dalam rangka kita mengambil uswah, keteladanan dan kemudian mengagungkan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah dan meningkatkan komitmen kita untuk mengikuti ajaran Rasulullah, maka tidak ada masalah dalam penyelenggaraan maulid Nabi itu,” jelas Mu’ti.

Ini Baca Juga :  Jadwal Shalat Untuk Wilayah Sumedang, Majalengka, Subang Jawa Barat Jum'at 11 Maret 2022 dan Do'a Sesudah Wudhu

Jadikan Peringatan Maulid Nabi Sebagai Proses Edukasi

“Dan karena itu yang jadi bagian penting adalah bagaimana kita mengambil pelajaran dari peri-kehidupan Rasulullah dan kemudian menjadikan peringatan Maulid Nabi ini sebagai bagian dari proses edukasi atau proses di mana kita berusaha untuk membentuk karakter muslim yang baik dengan meneladani peri-kehidupan Nabi Muhammad,” imbuhnya.

Sementara itu, menurut pandangan Pengurus Pusat Persatuan Islam (Persis) tidak ambil pusing dengan perbedaan pendapat hukum peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Sebab, Persis sendiri tidak pernah merayakan hari Maulid Nabi SAW. “Kita tidak pernah menyelenggarakan, karena tidak ada dalam sunnah. Jadi otomatis tidak ada penetapan (hari Maulid Nabi),” ujar Fadli, salah seorang pengurus PP Persis, kepada wartawan belum lama ini.

Maulid Nabi atau peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, katanya, biasa diperingati oleh hampir seluruh muslim di dunia pada bulan Rabiul Awal setiap tahunnya.

Ini Baca Juga :  Wabup Hadiri Harlah NU Ke-94

Meski ritual tersebut tidak pernah digelar saat Nabi masih hidup, namun umat muslim yang merayakannya beralasan hal itu dilakukan untuk menghormati jasa-jasa Rasulullah.

Dikutip dari laman blog hijrahdarisyirikkebidah, Membaca maulid bukanlah perkara sunnah. Membaca satu kitab bahasa Arab dengan tidak tahu artinya itu dijelekkan oleh akal dan dilarang oleh agama, karena kedatangan agama kita ialah untuk menjadikan kita pandai, bukan untuk menjadikan kita lebih bodoh.

Membaca maulid seperti tersebut di atas, dengan I’tiqad seperti itu dan dapat pahala, itu satu bid’ah. Karena mengi’tiqadkan sesuatu dengan tidak ada keterangan dari agama itu ialah I’tiqad bid’ah, dan perbuatan itu perbuatan bid’ah.

Perdebatan Hukum Peringatan Maulid Nabi Sudah Ada Sejak Lama

Meski begitu, banyak ulama yang masih memperdebatkan perayaan Maulid Nabi. Mengutip buku Pro dan Kontra Maulid Nabi susunan AM. Waskito, perdebatan mengenai Maulid Nabi ini sudah ada sejak lama. Para ulama abad pertengahan yang menentang antara lain Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Abu Syamah, An-Nawawi, dan lainnya

Sementara itu, menurut ulama NU yang dikutip dari situs web NU Online. Perayaan Maulid Nabi tidak termasuk bid’ah yang sesat, sebab yang baru hanyalah format pelaksanaannya.

Berkenaan dengan hukum perayaan maulid Nabi, As-Suyuthi dalam kitab al-Hawi lil Fatawi  menyebutkan redaksi, sebagai berikut:
Artinya: “Hukum asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari kaum Salaf saleh yang hidup pada tiga abad pertama. Tetapi demikian peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, jadi barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk). Maka itu adalah bid’ah hasanah. Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan: Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang tsabit (shahih).”

Ini Baca Juga :  Ini SOP AKB Bidang Keagamaan Di Kabupaten Sumedang

Di samping pertentangan para ulama abad pertengahan, terdapat dalil tentang Maulid Nabi yang dapat menyanggah perdebatan tersebut.

Oleh karena itu, KH. Hasyim Asy’ari dalam karyanya berjudul Tanbihat wal-Wajibat memberikan rambu-rambu saat mengadakan acara maulid.

Artinya: Peringatan pertama yang dikutip dari pendapat para ulama (yang akan disebutkan nanti). Bahwa maulid yang dianjurkan oleh para imam adalah kegiatan berkumpulnya masyarakat, membaca ayat Al-Quran, membaca riwayat tentang sejarah kehidupan Nabi Muhammad, peristiwa luar biasa sejak dalam kandungan dan kelahiran Nabi, dan sejarah yang penuh berkah setelah dilahirkan.

Kemudian menyajikan beberapa hidangan untuk masyarakat lalu menyantapnya dan selanjutnya mereka bubar. Apabila mereka menambahkan beberapa kegiatan dengan memukul rebana disertai tetap menjaga adab, maka hal itu tidak apa-apa.