INISUMEDANG.COM – Idan Akbar Salam (33) namanya, yang tinggal di RT 03 RW 01 Dusun Cimuruy Desa Mekarmulya Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang dulunya sehat jasmani dan rohani. Tapi sejak tahun 2019 lalu, kedua matanya harus dioperasi karena penyakit hingga berkali-kali dan akhirnya mengalami kebutaan sampai sekarang. Karena hidup terus berjalan Idan menjadi penjual gorengan keliling.
“Dulu kehidupan saya normal-normal saja, tidak ada kendala apapun. Bahkan saya menikah dan memiliki satu anak, istri saya orang Garut, hidup berumahtangga layaknya seperti orang lain saja. Bahkan saya pernah bekerja di tempat isi ulang air sampai mengantarkan galon minuman pun saya sering lakukan”. Kata Idan saat diwawancarai IniSumedang.Com Senin kemarin Selasa, 19 Juni 2023 di kediamannya.
Idan yang merupakan lulusan salah satu sekolah swasta yaitu Aliyyah Kabupaten Sumedang ini, mengaku sudah sejak masih sekolah sudah memakai kacamata dan itu tidak ada masalah hingga menikah dan memiliki seorang putra dari pernikahannya tersebut.
“Dunia merubah saya, dari yang tadinya terang benderang bisa menikmati keindahan alam semesta dengan Rahmat yang diberikan oleh Allah SWT berupa penglihatan. Tapi kini harus kandas sejak tahun 2019 kemarin. Dunia tampak gelap gulita tidak ada cahaya apapun sejak saya di operasi mata di Cicendo Bandung,” ujar Idan bercerita.
Peristiwa Awal Kejadian Kebutaan
Awal kejadiannya, lanjut Idan, ketika waktu itu dirinya sedang mengantarkan galon pesanan dari konsumen, ditengah jalan seperti ada yang masuk ke matanya sampai merasa seperti ada percikan cahaya yang menyilaukannya.
“Sejak saat itu, saya berobat ke RSUD Sumedang, dan katanya pihak rumah sakit tidak sanggup dan harus dirujuk ke Cicendo. Berdasarkan keterangan pihak RSUD Sumedang bahwa di mata saya ada penyakit seperti katarak, jadi harus dirujuk ke Cicendo Bandung,” tutur Idan.
Hasil dari pemeriksaan RSUD Sumedang dan rujukan ke Cicendo Bandung, sambung Idan. Dirinya harus mengeluarkan biaya sendiri karena belum memiliki BPJS kesehatan. Dan hasil pemeriksaan dari Cicendo Bandung, mata saya harus dioperasi.
“Untuk biaya operasi darimana, akhirnya saya mengajukan BPJS kesehatan yang berbayar. Meski kondisi mata sudah tidak bisa melihat walau hanya buram saya ngurus sendiri agar segera dapat BPJS kesehatan. Dan akhirnya saya dapat BPJS kesehatan,” terang Idan.
Setelah memiliki BPJS kesehatan, Idan menuturkan bila dirinya berangkat ke Cicendo Bandung berharap bisa normal kembali melihat dan bisa melihat indahnya alam semesta.
“Setelah saya dioperasi yang pertama, hasilnya, tambah parah, dunia tidak lagi bisa saya lihat, semua tampak kabut hitam yang tebal, lalu saya pulang ke rumah, dan ternyata istri saya pun meminta cerai. Karena saya tidak lagi bisa diharapkan sebagai kepala rumah tangga,” ujar Idan sambil menundukkan kepala dengan linangan air matanya.
Perceraian pun terjadi, bahkan yang membiayai perceraian bukan istrinya tapi Idan sendiri. Idan mengaku harus bolak balik dari Situraja ke Pengadilan Agama dengan kondisi mata sudah tidak bisa melihat.
“Saya benar-benar terpuruk. Anak saya pun dibawa oleh mantan istri ke Garut. Jadi sejak tahun 2020 saya sudah tinggal serumah kembali sama orangtua saya sendiri. Saya sempat prustasi dan ingin mengakhiri hidup, tapi alhamdulillah orang di sekeliling saya terus memberikan semangat khusunya orang tua saya,” kata Idan sambil mengenang masa itu.
Tidak Mau Jadi Beban Orang Tua, Idan Jadi Penjual Goreangan
Idan mengatakan, bahwa operasi mata ke Cicendo itu sampai 3 kali, tapi hasilnya tetap saja tidak ada perubahan. Dari awalnya menggunakan BPJS kesehatan berbayar tapi sudah lebih dari setahun tidak berbayar. Lalu di bantu oleh pihak Desa Mekarmulya beralih menjadi BPJS Kesehatan tidak berbayar.
“Hidup harus tetap berjalan, meski kondisi saya sudah seperti ini. Saya tidak mau hanya duduk saja di rumah, maka saya minta ke ibu saya untuk dibuatkan goreng gorengan. Jadinya setiap pagi jam 6.00 WIB, saya sudah keliling bawa dagangan, meski harus meraba-raba jalan yang dilalui,” ungkap Idan.
Idan menjelaskan, bahwa dirinya belum bisa membedakan nilai mata uang kertas. Hanya satu dipikirkan saya yaitu tidak mau menjadi beban orang tua, hingga dirinya mau jadi penjual gorengan keliling kampung.
“Jadi, kalau ada yang beli, silahkan ambil dan kembaliannya pun silahkan ambil sendiri. Mau jujur mau tidak intinya saya percaya saja berfikir positif saja. Dan setelah berdagang pada jam 14.00 WIB, saya bantu bungkusin kerupuk di tetangga, jadi lumayan ada buat beli keperluan saya sendiri. Meski kadangkala saya dalam berdagang sering jatuh, dagangan sering tumpah,” tandas Idan mengakhiri ceritanya.