INISUMEDANG.COM – Pernyataan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan yang menyebut Kajati yang berbahasa Sunda saat rapat agar dipecat, menuai kecaman dari berbagai kalangan masyarakat di Jawa Barat salah satunya dari tokoh masyarakat Cimanggung Kabupaten Sumedang.
Mereka menganggap pernyataan politisi PDIP itu terlalu rasisme dan menganggap bahasa Sunda sebagai bahasa yang tidak begitu penting, padahal bahasa daerah merupakan warisan budaya.
Pernyataan datang dari Tokoh masyarakat Cimanggung yang mengatasnamakan Putra Padjadjaran, Yayat Bhaskara. Bhaskara menganggap pernyataan Arteria Dahlan mencederai warga Jawa Barat (suku sunda). Padahal, di bahasa Sunda sangat menjunjung tinggi sopan, santun, undak usuk basa. Karakteristik warga Sunda yang santun, lemah lembut menjadikan orang sunda ‘someah hade ka semah’ (santun kepada pendatang).
“Namun jangan sampai orang sunda diciderai jangan sampai “Maung Sare Dihudangken” (Harimau Tidur Dibangunkan). Tolong hargailah adat suku lain karena Indonesia itu berbeda beda budaya dan bahasa tetapi satu kesatuan Bhineka tunggal ika,” ujarnya.
Pernyataan kekecewaan lain pun datang dari Budayawan Sunda Budi Dalton. Dia menyebut tidak pantas seorang wakil rakyat berbicara rasisme di depan acara resmi atau rapat kerja. Padahal, rakyat saat ini sedang digembor gemborkan toleransi, kerukunan antar suku bangsa dan daerah. Namun, justru pernyataan wakil rakyat itu yang menyulut emosi perpecahan antar suku.
Menurut Budi, hal yang wajar orang Sunda (Kepala Kejati) berbahasa Sunda, misalkan menyapa dengan Sampurasun atau perkataan perkataan Sunda yang justru membuat rapat tidak tegang. Berbeda dengan wakil rakyat yang so british menggunakan bahasa Inggris dalam agenda rapat atau acara acara formal.
“Nah, itu tidak dikritisi, kok malah bahasa Sunda yang dikritisi, padahal jelas bahasa Inggris tidak ada dalam warisan budaya Indonesia. Apalagi, ancaman Arteria Dahlan bagi Kejati yang berbahasa Sunda agar diganti, jelas tidak manusiawi,” ujarnya.
Dedi Mulyadi Menyayangkan Pernyataan Arteria Dahlan
Terpisah, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Golkar yang juga budayawan Sunda, Dedi Mulyadi juga menyayangkan pernyataan rekannya itu dalam sebuah rapat kerja dengan Jaksa Agung dan dihadiri para kepala kejaksaan tinggi (Kejati). Dalam pernyataannya, Arteria Dahlan meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin mengganti seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang rapat menggunakan bahasa Sunda saat rapat.
Menurutnya penggunaan bahasa daerah dalam kegiatan rapat adalah sesuatu yang wajar. Apalagi, pesertanya ada yang mengerti bahasa Sunda. Dedi pun saat menjadi Bupati Purwakarta kerap menggunakan bahasa Sunda sebagai media dialog bersama masyarakat dan rapat pejabat. Ia melihat hal serupa juga dilakukan pemimpin-pemimpin daerah lain seperti di Jawa Tengah.
“Wajar saja dilakukan selama yang diajak rapat, yang diajak diskusi, mengerti bahasa daerah yang digunakan sebagai media dialog pada waktu itu,” ujar Dedi dalam keterangan tertulis, Selasa (18/1/2022).
Sebelumnya diberitakan, kejadian atau pernyataan Arteria Dahlan sendiri terjadi saat Komisi III DPR menggelar rapat kerja bersama Kejagung, Senin (17/1/2022). Jaksa Agung ST Burhanuddin juga hadir dalam rapat tersebut.
Awalnya Arteria meminta agar jajaran Kejaksaan Agung bersikap profesional dalam bekerja.
Berikut pernyataan Arteria Dahlan. “Saya minta profesional, saya sama Pak JA (Jaksa Agung) ini luar biasa sayangnya, Pak,” kata Arteria saat rapat kerja. “Ada kritik sedikit Pak JA, ada Kajati yang dalam rapat dan dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti Pak itu,” katanya.
Arteria lantas menyinggung seorang Kepala Kejaksaan Tinggi yang menggunakan bahasa Sunda ketika rapat kerja. Dia meminta Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin memecat Kajati tersebut.
Arteria menyayangkan sikap Kajati yang menggunakan bahasa Sunda saat rapat. Menurutnya, seharusnya Kajati itu menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa.