SUMEDANG, 21 Agustus 2025 – Sektor kehutanan ditargetkan menjadi tulang punggung Indonesia dalam mitigasi perubahan iklim melalui program Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. Salah satu strategi kunci adalah memperkuat peran Kelompok Tani Hutan (KTH) agar mampu menjaga kelestarian hutan sekaligus mengembangkan potensi ekonominya.
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Kelompok Keilmuan Manajemen Sumberdaya Hayati (MSDH) melaksanakan Program Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Inovasi (PPMI) tahap kedua, Rabu (21/8/2025), di Balai Desa Cisempur, Jatinangor, Sumedang.
Kegiatan pelatihan tahap kedua diikuti sebanyak 27 peserta yang mewakili KTH dari delapan desa di wilayah Jatinangor, Cimanggung, dan Tanjungsari. Program tersebut melanjutkan pelatihan sebelumnya pada 12 Agustus, yang menekankan pengelolaan hutan berkelanjutan dan penguatan ekonomi keluarga desa hutan. Kali ini fokus diarahkan pada penguatan kelembagaan KTH, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), serta strategi pemasaran modern.
Fondasi Kelembagaan
Dosen SITH ITB, Dr. Pujo, S.Hut., M.Si., menegaskan bahwa kelembagaan yang kuat menjadi syarat utama agar KTH dapat dipercaya sebagai mitra strategis dalam pengelolaan hutan.
“Kelembagaan yang lemah akan kesulitan mengakses bantuan dan menjaga kepercayaan anggota. Organisasi yang sehat adalah fondasi agar usaha kelompok bisa berkembang,” ujarnya.
HHBK sebagai Jalan Tengah
Prof. Ramadhani Eka Putra, Ph.D., mengulas peluang besar HHBK sebagai sumber ekonomi hijau. Salah satunya adalah budidaya lebah madu (bee keeping) yang tak hanya menghasilkan madu, tetapi juga produk bernilai tinggi seperti propolis, lilin lebah, dan royal jelly.
“HHBK memungkinkan peningkatan pendapatan tanpa menebang kayu. Lebah madu bahkan mendukung penyerbukan sehingga memperkuat kelestarian ekosistem hutan,” katanya.
Pemasaran Digital
Sementara itu, Dr. Sofiatin, S.Hut., M.Si., menekankan pentingnya strategi pemasaran modern agar produk HHBK mampu bersaing.
“Produk desa hutan harus dikemas menarik, punya branding kuat, dan dipasarkan secara digital. Pasarnya kini tidak hanya lokal, tetapi juga bisa menembus internasional,” jelasnya.
Langkah Konkret Sebagai tindak lanjut, tim pelaksana membantu memfasilitasi legalitas KTH dan mengarahkan penyusunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Dokumen formal ini diharapkan memperkuat tata kelola organisasi serta membuka akses lebih luas terhadap kemitraan dan pasar.
Seorang anggota KTH dari Desa Cinanjung mengaku mendapat banyak manfaat.
“Kami jadi lebih paham pentingnya kelembagaan dan cara mengelola usaha kelompok secara profesional. Ini bekal agar KTH bisa mandiri,” ujarnya.
Jembatan Sains dan Desa
Melalui program ini, SITH ITB menegaskan peran akademisi sebagai penghubung antara sains, ekonomi, dan konservasi. Pendekatan holistik dinilai mampu menjadikan KTH garda depan pencapaian FOLU Net Sink 2030.
“Tujuan akhirnya bukan hanya menjaga hutan, tetapi juga memastikan masyarakat desa hutan sejahtera,” kata Dr. Pujo selaku Ketua Tim Pelaksana kegiatan menegaskan.