INISUMEDANG.COM – Pada sistem kepercayaan Hindu Dharma, Dewi Sri dianggap sebagai perwujudan atau perpaduan beberapa dewi-dewi Hindu seperti dewi Lakshmi, Dewi, dan Shri (gabungan sifat sakti dewi Hindu).
Di Bali Dewi ini dianggap sebagai Dewi padi, kesuburan, penjamin keberhasilan panen, serta kemakmuran dan pelindung keluarga.
Pemujaan terhadapnya berawal dari perkembangan dan penyebaran penanaman padi di Asia. Kepercayaan terhadap dewi padi akhirnya bermigrasi dan mempengaruhi masyarakat di Nusantara.
Mitologi yang serupa terhadap roh yang memberikan kesuburan di beberapa daerah sedikit berbeda dan tersebar luas di antara kawasan Asia Tenggara dan juga negara tetangga.
Mitologi Dewi Sri di Nusantara diperkirakan sudah ada sejak awal abad pertama, ia disamakan dengan dewi Hindu, Sri Laksmi, dan sering dianggap sebagai inkarnasi atau salah satu manifestasinya.
Singkat cerita, Dewi Sri itu diturunkan dari Kahyangan dan meninggal dunia di bumi. Setelah dikubur, dari jasad Tiksnawati (Dewi Sri) tumbuh berbagai macam tanaman. Dari bagian kepala tumbuh pohon kelapa, Dari bagian kemaluan tumbuh pohon aren, Dari bagian telapak tangan tumbuh tanaman pisang, Dari bagian gigi tumbuh tanaman jagung, Dari bagian rambut tumbuh tanaman padi, Dari bagian bulu tumbuh tanaman menjalar dan tanaman dengan buah menggantung, Dari bagian kaki tumbuh tanaman umbi-umbian.
Tumbuh-tumbuhan tersebut kemudian dikembangbiakkan secara merata ke seluruh wilayah kerajaan. Dewi Sri kemudian keluar dari tubuh Dewi Damanastiti dan merasuk ke dalam tanaman padi.
Berdasarkan Mitos, Dewi Sri Merupakan Simbol Dari Tanaman Padi
Di Sumedang khususnya di daerah Tomo, upacara Mapag Sri dan sosok Dewi Sri masih dipakai masyarakat setempat. Keduanya adalah hal yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Desa Jembarwangi Kecamatan Tomo. Dalam mitos yang berkembang di masyarakat, Dewi Sri merupakan simbol dari tanaman padi. Sedangkan Mapag Sri adalah ritual adat yang biasa dilaksanakan saat menjelang panen padi sebagai bentuk syukur.
Kali ini upacara Mapag Sri ini dilaksanakan
Senin (7/2/2022) di Balai Dusun Cirendang Desa Jembarwangi dan turut dihadiri Wakil Bupati Sumedang H Erwan Setiawan.
Acara diisi dengan Ritual Ruwatan dan doa serta berbagai kesenian tradisional seperti Wayang Golek. Berbagai hasil bumi dari mulai padi, ikan hingga umbi-umbian dan lainnya turut ditampilkan.
Kades Jembarwangi, Pitriani Dewi mengatakan, acara yang digelar tahunan itu memang sebagai bentuk penghargaan kepada Dewi Sri dan tradisi warisan turun temurun dari nenek moyang.
“Kebetulan tahun ini mengangkat tema “Nyukcruk Galur Warisan Budaya Karuhun Sangkan Jadi Pieuntengeun keur Kahirupan ka Hareup”. Artinya menyambungkan warisan budaya leluhur agar jadi acuan kehidupan yang akan datang,” ujarnya.
Pitriani menambahkan, Mapag Sri merupakan ritual yang dilaksanakan di saat membuka lahan, saat padi sedang mengembang dan sesudah panen. Jadi puncaknya di saat sesudah panen digelar pesta rakyat sebagai bentuk syukuran.
Wabup Mengapresiasi Kegiatan Tersebut Karena Sebagai Ajang Silaturahmi dan Sebagai Upaya Pelestarian Budaya
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada warga masyarakat Jembarwangi yang setiap tahun menyelenggarakan upacara Mapag Sri.
“Hasil bumi yang disajikan merupakan hasil bumi asli dari warga masyarakat di sini. Terima kasih. Mudah-mudahan hasil bumi yang di sumbangkan dapat terganti yang lebih dari Allah,” ucapnya
Sementara itu, Wakil Bupati H Erwan Setiawan dalam sambutannya mengucapkan. Mengapresiasi kegiatan tersebut karena di samping sebagai ajang silaturahmi sesama warga masyarakat juga sebagai upaya pelestarian budaya.
“Tentunya ini merupakan bukti nyata bahwa selama ini masyarakat Desa Jembarwangi sangat konsisten dalam melestarikan nilai-nilai adat, seni dan budaya Sunda warisan para “Karuhun Urang,” ucapnya.
Oleh karena itu, menurutnya kegiatan itu pun tidak dipandang sebagai euforia semata, namun lebih kepada upaya menciptakan masyarakat yang “Subur Makmur, Gemah Ripah, Repeh Rapih, Jauh Balai Parek Rejeki, Teu Kurang Sandang Teu Kurang Pangan”.
“Sebagaimana tema yang diangkat yakni Nyukcruk Galur Warisan Budaya Karuhun Sangkan Jadi Pieuntengeun Keur Kahirupan Kahareug. Kita inginkan hikmah dari kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Wabup.
Wabup juga mengajak kepada generasi milenial khususnya di Desa Jembarwangi untuk turut melestarikan budaya bertani dan mencintai alam sebagai warisan yang maha kuasa.
“Saya mengajak anak-anak muda untuk turut melestarikan budaya kita agar tidak lekang oleh zaman. Serta hal yang tidak kalah penting untuk saat ini adalah bagaimana agar tidak hanya menjadi penonton dan penikmat, tetapi belajar bagaimana menjadi petani yang hebat,” kata Wabup.
Wabup juga berharap profesi petani sebagai penyangga tatanan negara Indonesia tidak habis ditelan waktu karena situasi dan kondisi.
“Saya akan terus mendorong kaum milenial untuk terus mengembangkan pertanian dengan keilmuan melalui belajar dan pelatihan, terlebih dengan menguasai digitalisasi,” katanya.