INISUMEDANG.COM – Malang nian nasib Ibu Ade (62) dan suaminya Didi Sukardi, warga Dusun Margamekar RT 03 RW 12 Desa Hegarmanah Kecamatan Jatinangor ini hidup dibawah tengangan saluran udara tegangan ekstra tinggi (Sutet). Tidak hanya mengancam keselamatan keluarganya, namun mengancam bahaya radiasi.
Sudah puluhan tahun sejak mereka membina mahligai rumah tangganya hidup dibawah saluran Sutet. Bahkan, kini dia sudah memiliki enam anak yang dibersarkan di lingkungan Sutet.
Miris sekali memang, ketika IniSumedang.Com memantau ke lokasi. Rumahnya persis dibawah kolong besi pencakar langit dengan aliran listrik yang begitu tinggi. Tak hanya hawatir roboh ketika musim hujan dan angin kencang, namun suara gemuruh dari Sutet itu setiap kali datang.
Hanya bisa pasrah. Begitulah kira kira yang dialami Ade dan keluarganya ketika cuaca tidak bersahabat. Suara gemuruh dari jaringan listrik itu selalu terdengar dari langit langit rumahnya. Bahkan, beberapa pelindung sambungan listrik (dari plastik sebesar helm) pernah jatuh tepat diatas rumahnya.
“Mau pindah rumah pindah kemana, mau komplen, ke siapa. Sedangkan keselamatan kami sewaktu waktu bisa terancam. Ironisnya, sejak dibangun Sutet itu, belum pernah sedikitpun mendapat uang ganti rugi atau kompensasi,” ujarnya.
Menurut Ade, bangunan rumah dengan Sutet ini lebih dulu rumahnya. Saya sudah punya enam anak, lima sudah menikah bahkan dirinya sudah mempunyai cucu. Sedangkan Sutet ini dibangun ketika anak ketiganya lahir.
Tidak Ada Tanggapan Dari Pihak Desa Maupun PLN
Tak hanya itu, kata Ade, setiap angin kencang, tak jarang material dijaringan Sutet berterbangan dan sesekali seperti mau roboh. Anehnya, beberapa kali melakukan komplen ke pihak desa maupun PLN tidak pernah ada tanggapan.
“Mau ngadu kemana lagi, saya bingung. Padahal kata orang orang mah jangankan berada dibawah kolong, di pinggir saja dapat bantuan kompensasi,” katanya.
Yang paling ditakutkannya, kata dia, bahaya radiasi dari listrik yang bisa mengancam pertumbuhan buah hatinya dan keluarga. Sebab, kata orang-orang, radiasi dari Sutet itu bisa terkena kanker atau tulang keropos.
“Kalau siang siang suka sakit kepala, tapi karena sudah puluhan tahun, jadi terbiasa. Ya diberi obat Paramex juga sembuh,” kata wanita bertubuh kurus ini.
Beruntung, dia dan keluarga masih tertolong dengan program keluarga harapan (PKH) dan beberapa bantuan lain dari desa maupun pihak lain. Baru baru ini, rumah tidak layak huni miliknya berukuran 3×6 meter mendapat bantuan perbaikan rumah dari TNI dan Baznas Sumedang.
“Alhamdulillah ada bantuan dari pak TNI dan Baznas. Dibantu pihak desa juga. Tapi saya masih kawatir anak saya yang bungsu tidak bisa sekolah karena tak masuk KIP,” katanya.
Dia mengaku, anaknya yang bungsu itu duduk di bangku kelas 1 Madrasah (SMP). Namun, tidak mendapatkan program bantuan Kartu Indonesia Pintar atau SKTM.