INISUMEDANG.COM – Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Semangat juang para pahlawan yang gugur dalam pertempuran heroik di Surabaya pada tahun 1945 masih menggema hingga saat ini.
Perjalanan Hari Pahlawan bermula dari kobaran api perlawanan rakyat Surabaya melawan pasukan Inggris yang terjadi antara 27 Oktober hingga 20 November 1945. Pertempuran ini meletus setelah kemerdekaan Indonesia yang baru berusia beberapa bulan.
Situasi semakin memanas setelah Pimpinan Tentara Inggris untuk Jawa Timur, Brigadir Jenderal Mallaby, tertembak dan tewas pada 30 Oktober 1945. Kemarahan Inggris memuncak, dan mereka menunjuk Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh sebagai pengganti Mallaby.
Mansergh kemudian mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945, yang juga dikenal sebagai Surat Perintah 10 November 1945. Ultimatum ini berisi perintah kepada rakyat Surabaya untuk menyerahkan senjata dan menghentikan perlawanan.
Namun, rakyat Surabaya pantang menyerah. Mereka menolak ultimatum tersebut dan terus berjuang melawan penjajah. Semangat juang mereka membara, diiringi tekad kuat untuk mempertahankan kemerdekaan yang diraih dengan susah payah.
Pertempuran Surabaya menjadi salah satu peristiwa paling heroik dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Pertempuran ini menelan banyak korban jiwa, namun semangat juang rakyat Surabaya menjadi inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan di seluruh Indonesia.
Hari Pahlawan 10 November menjadi momen penting untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur dan menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri generasi muda. Kita patut meneruskan cita-cita para pahlawan untuk membangun bangsa yang maju dan sejahtera.
Nama Pahlawan Nasional Asal Sumedang
Nah, berbicara pahlawan nasional, ternyata di Kota Tahu Sumedang juga pernah ada kisah pahlawan nasional membawa perubahan bagi Kabupaten Sumedang. Siapa nama pahlawan asal Sumedang itu, berikut rangkumannya dari berbagai sumber.
1. Cut Nyak Dhien
Nama Cut Nyak Dhien memang bukan asli nama Sumedang melainkan nama ciri khas bangsawan Aceh. Namun, Cut Nyak Dhien banyak berjasa bagi Sumedang salah satunya keberanian memperjuangan peran perempuan. Dia merupakan putri dari Teuku Nanta Setia, dan ibu yang seorang bangsawan dari daerah Lempagar.
Sosok Cut Nyak Dhien yang lahir pada tahun 1848. Kemudian tumbuh di tengah lingkungan bangsawan aceh dan Pendidikan agama yang kuat. Sejak beliau masih kecil orang tuanya telah memiliki peran penting dalam masyarakat VI Mukim. Wilayah ini tidak lepas dari campur tangan keluarga Cut Nyak Dhien, sehingga tentara Belanda melancarkan serangan ke wilayah VI Mukim. Dia hadapi dengan tenang dan rela berpisah dengan suaminya Teuku Cik Ibrahim selama 2,5 tahun.
Semua yang dialaminya menambah kekuatan dan ketahanan hatinya demi menghadapi cobaan. Makin hari semangatnya makin memuncak sehingga timbul pada dirinya benih Perlawanan kepada Kolonialisme.
Setelah ditangkap Belanda, Cut Nyak Dien dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Tepat pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dien menghembuskan napas terakhirnya karena faktor usia.
Pangeran Aria Suriaatmaja Tokoh Pemimpin Lokal
2. Pangeran Aria Suriaatmadja
Salah satu tokoh pemimpin lokal yang memiliki kepedulian lingkungan, berwawasan lingkungan. Yaitu Pangeran Aria Suriaatmaja, Bupati Sumedang yang memerintah dari tahun 1882-1919. Pangeran Aria Suriaatmadja terkenal juga sebagai Pangeran Mekah. Karena beliau wafat di Mekah pada tanggal 1 Juni 1921 saat melaksanakan ibadah haji. Untuk mengenang jasanya di bangun monumen yang disebut Lingga di tengah alun-alun Sumedang.
Menurut Ahli sejarah asal Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Dr. H. Nunung Julaeha M.Si. Pangeran Aria Suriaatmaja hadir menjadi sosok pemimpin yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kesejahteraan rakyat, pendidikan, lingkungan, pertanian dan peternakan. Kondisi wilayah yang sebagian besar merupakan lereng-lereng gunung dan perbukitan. Menyebakan wilayah Sumedang tidak menguntungkan bagi sektor agraris dengan tekhnik bersawah. Sementara sebagian besar penduduknya menggantungkan pada sektor pertanian yang secara langsung akan menggantungkan pada kemurahan alam dan lingkungannya.
Kondisi ini menjadi sebuah persoalan yang harus segera dicari solusinya. Pembuatan sengkedan atau terassering menjadi solusi untuk mengatasi persoalan tersebut. Ide Pangeran Aria Suriaatmaja dengan mengembangkan terassering bertujuan untuk memperlancar aktivitas pertanian dan hubungan transportasi. Di samping itu berbagai lahan tidur bekas tanaman kopi juga dimanfaatkan dengan baik agar tetap produktif.
Bercita-cita Mempersiapkan Masyarakat Pribumi Cerdas Dalam Pertanian
Di samping itu Peranan Pangeran Aria Suriaatmaja sebagai bupati Sumedang, dalam memperhatikan lingkungan dengan ketajaman analisanya dan pandangan beliau terkait perkembangan dunia pada saat itu tertuang dalam tulisan beliau “Ditioeng Memeh Hoedjan”, diterjemahkan secara bebas Sedia Payung Sebelum Hujan. Dalam tulisannya yang berhubungan dengan pendidikan, beliau bercita-cita untuk mempersiapkan masyarakat pribumi agar memiliki kecerdasan dalam bidang pertanian dengan mendirikan sekolah-sekolah pertanian di setiap desa, dan memberikan pelajaran dalam memelihara hewan ternak.
Lembaga pendidikan pertanian tertua di Indonesia, Landbouw Bedrijf School (LBS) yang berlokasi di Tanjungsari yang kini berubah menjadi SMK PPN Tanjungsari, didirikan Pangeran Aria Suriaatmaja, di atas tanah wakaf seluas 6 bau (kurang lebih 4,3 ha) pada tanggal 26 Nopember 1914. Landbouw Bedrijf School (LBS), didirikan atas biaya yang dikeluarkannya sendiri.
Tujuan pendirian Landbouw Bedrijf School (LBS) dalam rangka merangsang produktifitas pertanian sehingga lebih jauh masyarakat tidak akan kekurangan pangan.
Kecerdasan ekologi yang dimiliki Pangeran Aria Suriaatmaja sejatinya menjadi rujukan dalam berbagai kepentingan baik di tataran pemerintah, pendidikan maupun kepentingan lainnya dan menjadi nilai tambah yang bisa dipertimbangkan untuk dusulkan menjadi Pahlawan Nasional.
Mayor Abdurahman Di Peristiwa 11 April
3. Mayor Abdurahman
Sementara, nama Mayor Abdurahman tak bisa dilepaskan dari peristiwa 11 April. Dia sempat ditawan sebelum ditembak mati dari jarak dekat oleh Pasukan Baret Hijau Belanda karena tak menyebutkan lokasi kolonel Sadikin. Setelah ditembak, jenazahnya disandarkan di bawah Panji Batalyon 2 Tarumanegara di Tugu Balai Desa cibubuan.
Mayor R.O Abdurachman Natakusuma gugur dalam peristiwa berdarah di Desa Cibubuan Conggeang Sumedang Jawa Barat pada 11 April 1949 setelah Devisi Siliwangi kembali dari hijrahnya, dari Yogyakarta ke basis semula di Jawa Barat.
Untuk mengenang ke pahlawannya, nama Mayor Abdurachman termasuk peristiwanya yaitu 11 April diabadikan dalam nama jalan di Sumedang Kota.
Dikisahkan Engkos salah seorang pelaku sejarah di masa kembalinya Devisi Siliwangi dari Yogyakarta.
Waktu itu, Engkos berusia 35 tahun salah seorang prajurit Yon Tarumanegara Brigade XIII IV/Siliwangi. Engkos selamat dalam perburuan tentara Belanda di Buahdua.