INISUMEDANG.COM – Seperti diberitakan sebelumnya, bila Dusun Puncak Manik yang terletak di Desa Cilangkap Kecamatan Buahdua. Disebut-sebut sebagai salah satu tempat pelarian dari Prabu Siliwangi saat dikejar oleh sang anak yaitu Prabu Kian Santang.
Iim Gandawijaya mengatakan
Prabu Kian Santang, dalam pencarian ayahnya tersebut. Akhirnya ‘Ngababakan’ (membuat tempat hunian baru) dengan membangun ‘Tajug’ (Musholla) yang di kelilingi kolam ikan. Dan kala itu ternyata Prabu Kian Santang ditemani oleh Kiajar Sidi Wesa.
Disisi lain, kata Iim, adik dari Prabu Kian Santang yaitu Nyimas Lara Santang terus mencari keberadaan kakaknya itu. Bahkan dalam satu cerita, masa pencarian Nyimas Lara Santang sampai ke tanah Arab Saudi.
“Saat pencariannya di tanah Arab, Nyimas Lara Santang dinikahkan dengan Syeh Abdullah. Singkat cerita Nyimas Lara Santang harus pulang lagi ke Tanah Air dengan dua putranya. Karena Syeh Abdullah telah wafat dan membawa Cupu yang di sebut dengan Cupu Manik Astagina,” ucapnya bercerita.
“Menurut kisah, bahwa Cupu tersebut di simpan di Gunung Cupu, Maniknya di simpan di Puncak Manik dan Astaginanya di Gunung Dieng. Di tempat Gunung Tangkuban Parahu sekarang Nyimas Lara Santang memerintahkan kepada dua putranya yang sudah dewasa. Yaitu Hasanuddin untuk pergi ke wilayah Barat dan Syarief Hidayatullah disuruh pergi ke wilayah Timur,” ungkapnya.
Gelar Syarief Hidayatullah
Hasanudin ke pergi ke wilayah Barat, lanjut Iim, kemudian membentuk Kerajaan Banten dan Syarief Hidayatullah yang pergi ke wilayah Timur. Berguru kepada Syeh Gunung Jati dan mempunyai gelar Syarief Hidayatullah dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
“Setelah menyuruh pergi kedua putranya itu. Nyimas Lara Santang melanjutkan pencarian kakaknya tersebut dan bertemulah di Puncak Manik tempat Prabu Kian Santang. Setelah bertemu dengan kakaknya itu, kemudian Nyimas Lara Santang dinikahkan oleh kakaknya ke Kiajar Sidi Wesa. Dan setelah menikah, Lara Santang mengganti namanya menjadi Nyimas Manik Maya,” tuturnya.
Sementara Prabu Siliwangi, kata Iim, keberadaannya sudah diketahui oleh putranya. Sehingga dirinya harus kembali pindah ke puncak Gunung Gedé (sekarang Gunung Tampomas) yang ditemani oleh Eyang Rangga Haji, Eyang Rama Wijaya Kusumah dan Eyang Jaya Kusumah. Sehingga, di puncak Gunung Tampomas ada petilasan Prabu Siliwangi dan banyak situs lainnya.
Asal Muasal Nama Puncak Manik
“Jadi asal muasal nama Puncak Manik (Puncak Cahaya) berawal dari Nyimas Lara Santang yang menikah dengan Kiajar Sidi Wesa. Dan nama itu hingga kini belum berubah,” ujarnya.
“Adapun hasil pernikahan itu, Nyimas Lara Santang dan Kiajar Sidi Wesa memiliki putra yang bernama Sanghiyang Maesah. Dan Sanghiyang Maesah menikah dan mempunyai 6 putra. Diantaranya Buyut Purwagati di Gunung Datar, Singa Sakti, Angga Suti, lalu Puragati di Ungkal, Jagakerti di Cipelang dan Sacagati di Narimbang,” tutur Iim menerangkan.
Sementara Singa Sakti, lanjut Iim, memiliki 4 putra diantaranya Buyut Sumadita, Buyut Sarpa, Buyut Suradipa dan buyut Wiradipa. Dan keturunan dari Angga Suti memiliki satu putri yang bernama buyut Sampeni yang menikah dengan buyut Salim dari Cirebon.
“Keberagaman Arca di Puncak Manik itu, hasil dari visualisasi pemikiran melalui penglihatan oleh buyut Salim. Ada banyak keanehan yang terjadi terhadap arca itu, salah satunya, ada tiga arca dibawa oleh Belanda ke Buahdua lalu ke Conggeang, dan ternyata di Buahdua dan Conggéang badai hujan dan angin, lalu arca tersebut di kembalikan lagi oleh Belanda,” ucapnya.
Dulu, tambah Iim, arca-arca itu ada sekitar 15, Dan ketika jaman penjajahan dulu, ada gerombolan Darul Islam (DI) yang akan merusak arca itu, sehingga arca itu disembunyikan oleh warga.
“Sayangnya, meski disembunyikan oleh warga pada waktu itu, arca itu tidak dikembalikan lagi sampai sekarang. Dan hanya tersisa tiga arca, namun satu arca ternyata hilang dan sampai sekarang arca itu hanya tinggal dua Arca,” ujar Iim mengakhiri ceritanya