Berita  

Melihat Sejarah Pasar Tembakau Tanjungsari Sumedang, Mulai dari Masa Kejayaan Sampai Sepi Saat ini

Pasar tembakau Tanjungsari
SEPI: Aktivitas pasar tembakau Tanjungsari sepi pengunjung pada Selasa 31 Januari 2023.

INISUMEDANG.COM – Perkembangan Pasar Tembakau Tanjungsari atau yang lebih dikenal dengan nama Pasar Bako tidak lepas dari perjalanan panjang sejarah tembakau ketika mulai masuk ke Indonesia. Tembakau mulai masuk ke Indonesia melalui penjajah Belanda pada abad ke-19.

Sebelum jaman kemerdekaan di daerah Desa Mariuk Distrik Tanjungsari (sekarang bernama Desa Margaluyu Kecamatan Tanjungsari) ada pasar tembakau. Di pasar ini, tembakau diperjualbelikan menggunakan pikulan (oblok). Pasar ini dikenal dengan nama Pasar Bako Omprongan. Para pedagangnya datang dari daerah Cigasti, Cicalengka, Cijambu dan Majalaya.

Setelah Indonesia merdeka, terdapat organisasi kemasyarakatan yang bernama Gerakan Tani Indonesia (GTI) yang mempelopori pindahnya lokasi Pasar Bako ke daerah Lanjung Desa Tanjungsari. Yang dalam perjalannya berkembang ke arah Pasar Tembakau Jawa Barat yang pedagang dan pembelinya berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat.

Ini Baca Juga :  Penyebab Terbesar Terjadinya Karhutla di Sumedang Ulah Oknum Manusia, Ini Langkah Pemerintah

Pada tahun 1965 Pasar Bako pindah ke Tanjungsari yang berdekatan dengan Alun-alun Tanjungsari sampai dengan tahun 1986. Dan pada tahun 2002 melalui Keputusan Bupati Sumedang ditunjuk lokasi tetap Pasar Lelang Tembakau Jawa Barat.

Dengan berpedoman pada Keputusan Bupati tersebut, di tahun yang sama dibangunlah pasar lelang tembakau yang menempati area seluas kurang lebih 2.700 m2. Di tempat ini dibangun bangunan kantor pengelola pasar, tempat lelang tembakau, los atau tempat penyimpanan tembakau, pos pengamanan (pos satpam), bangunan MCK dan lahan parkir.

Luas Bangunan

Sisa lahan yang seluas kurang lebih 2.700 m2 lagi, pada Tahun 2006. Kemudian dibangun kembali sebagai Sub Terminal Agrobisnis (STA) tembakau. Luas keseluruhan bangunan di STA tersebut mencapai 400 m2. Yang terdiri dari bangunan gedung galeri dan pusat informasi seluas 225 m2 serta bangunan gedung laboratorium dan kantor seluas 175 m2.

Ini Baca Juga :  H. Taufik: HUT ke-58 Partai Golkar, Awal Kebangkitan Golkar Sumedang

Sebelum Tahun 2009 pengelolaan pasar lelang dan STA pernah berganti-ganti pengelola. Yaitu pernah di bawah pengelolaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga pernah di bawah pengelolaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Lembaga pengelolanyapun dulu bernama UPTD Pasar Tembakau.

Perkembangan selanjutnya karena pengelolaan pasar lelang tembakau dan STA tembakau di bawah satu pengelolaan. Penamaannya tidak lagi masing-masing tetapi disatukan menjadi Pusat Agrobisnis Tembakau (PAT) Tanjungsari.

Sayangnya, seiring perkembangan zaman seperti adanya rokok elektronik (Vave) eksistensi pasar tembakau kian hari kian menurun. Bahkan, pantauan Selasa (31/1/2023) sebagaimana jadwal pameran pasar tembakau hanya beberapa orang yang terlihat transaksi dan beberapa toko yang buka.

Ini Baca Juga :  Dosen KK MSDH SITH ITB Sharing Keilmuan Bagi Petani di Rancakalong

Menurut Andi Soraya, salah seorang warga sekitar mengatakan sepinya peminat pasar tembakau lantaran terlindih pasar modern. Seperti rokok elektronik dan adanya rokok dalam kemasan dengan harga murah.

“Kan hanya orang tertentu yang suka ngerokok tembakau linting. Kebanyakan mah rokok kemasan apalagi ada yang murah tanpa cukai Rp11 ribu. Jadi ya gini sekarang mah selalu sepi. Biasanya selasa dan sabtu selalu ramai, sekarang mah selalu sepi,” ujarnya.