Mahkota Binokasih, Bukti Sejarah Kerajaan Padjajaran Pernah Berkuasa di Tanah Pasundan

INISUMEDANG.COMKerajaan Padjajaran dengan nama sebutan rajanya Prabu Siliwangi cukup terkenal di kalangan masyarakat Pasundan. Sayangnya, kerajaan ini tidak meninggalkan bangunan Candi seperti kerajaan kerajaan lainnya di Nusantara. Seperti contoh Kerajaan Mataram yang meninggalkan Candi Borobudur. Namun, ada bukti otentik kerajaan Padjajaran Pernah Berkuasa di Indonesia khususnya tanah Pasundan dari Anyer sampai Ciamis Galuh sebelah selatan dan Garut sampai Cirebon sebelah utara. Ya, tak lain tak bukan adalah Mahkota Binokasih yang kini tersimpan rapih di Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang.

Mahkota ini peninggalan raja Padjajaran terakhir yakni Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) selama 39 tahun (1482-1521)

Pada Jumat, 22 April 1578 Ratu Pucuk Umum dan Pangeran Kusumahdinata I (Pangeran Santri) yang merupakan ibu dan ayah Prabu Geusan Ulun (Raja Sumedang Larang) menerima empat Kandaga Lante (bangsawan/abdi raja setingkat bupati yang merupakan para patih Kerajaaan Pajajaran) di Keraton Kutamaya Sumedang Larang.

Ini Baca Juga :  Kisah di Luar Nalar Saat Ziarah ke Makam Leluhur Sumedang

Keempat Kandaga Lante tersebut bernama Sanghyang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nangganan), Sangyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot.

Keempatnya diutus Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) untuk menyerahkan Mahkota Binokasih yang dibuat pada masa Prabu Bunisora (1357-1371). Dan seluruh pakaian kerajaan pada Kerajaan Sumedang Larang.

Mahkota Ini Menjadi benda Pusaka Kerajaan hingga Kerajaan Sunda Runtuh

Menurut sumber turun-temurun, Sanghyang Bunisora Suradipati, adalah raja Galuh (1357-1371). Mahkota ini digunakan oleh raja-raja Sunda (Padjajaran). Selanjutnya dalam upacara pelantikan raja baru dan menjadi benda pusaka kerajaan hingga kerajaan Sunda runtuh.

Ini Baca Juga :  Begini Kondisi Makam Raden Tumenggung Mohammad Singer, Bupati Sumedang Periode 1947-1949

Pada waktu ibu kota kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran diserbu oleh pasukan Banten (1579). Mahkota ini berhasil diselamatkan oleh para pembesar kerajaan Sunda yang berhasil meloloskan diri. Yaitu: Sayang Hawu, Térong Péot, dan Kondang Hapa. Mahkota ini dibawa ke Sumedang Larang dan diserahkan kepada Prabu Geusan Ulun dengan harapan dapat menggantikan dan melanjutkan keberadaan dan kejayaan kerajaan Sunda.

Sejak itu mahkota ini menjadi benda pusaka para raja Sumedanglarang dan para bupati Sumedang. Sejak pemerintahan Bupati Pangeran Suria Kusumah Adinata atau Pangeran Sugih (1836-1882). Mahkota tersebut dipakai untuk hiasan kepala pengantin keluarga bupati Sumedang.

Kerajaan Pajajaran saat itu mengalami desakan yang hebat dari serangan pasukan gabungan Banten, Cirebon, dan Demak.

Ini Baca Juga :  Riwayat Sasaka Pusaka 17 Rancakalong Sumedang, "Tibanan" Dari Mataram di Abad-18

Maka dari itu, penyerahan Mahkota Binokasih dan seluruh atribut kerajaan oleh Prabu Siliwangi dimaksudkan agar Kerajaan Sumedang Larang bisa menjadi penerus kekuasaan Pajajaran.

Mahkota tersebut lalu diserahkan pada penguasa Sumedang Larang. Pangeran Angkawijaya yang pada hari itu juga dinobatkan sebagai raja Sumedang Larang dengan gelar Prabu Geusan Ulun.

“Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirnz, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya riSumedangmandala” (Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu sirna, di bumi Parahyangan)”. Begitulah yang tertulis dalam Pustaka Kertabhumi 1/2 mengenai Prabu Geusan Ulun yang mewarisi bekas wilayah Pajajaran.