Mahasiswa FTIP Unpad Gelar Diskusi Publik Bahas Ketahanan Pangan Indonesia

SUMEDANG – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Pertanian (FTIP) Universitas Padjadjaran menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Garis Tenggara: Gagasan Ringkas tentang Negara” yang menyoroti isu ketahanan pangan Indonesia. Kegiatan berlangsung di ruang terbuka kawasan kampus Unpad Jatinangor dengan format bincang santai, Rabu (26/11).

Panitia acara, Aditya Dwiputra Wibawa, mengatakan diskusi ini diinisiasi untuk membuka ruang dialog bagi mahasiswa terkait kondisi pangan nasional. Ia menilai mahasiswa FTIP relatif minim ruang berdiskusi, sehingga forum ini diharapkan menjadi wadah berkembangnya pengetahuan dan kepedulian terkait kemandirian pangan.

“Kita mulai dari ruang kecil dulu, menumbuhkan rasa ingin tahu mahasiswa melalui diskusi dan tanya jawab. Harapannya, gagasan soal ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan dapat terus tumbuh, dimulai dari Unpad hingga bisa berdampak ke tingkat nasional,” ujar Aditya.

Pentingnya Peran Negara
Salah satu pembicara dari Forum Komunikasi Petani Gunung Geulis, Saepudin, menegaskan bahwa peran pemerintah sangat menentukan dalam menjaga stabilitas pasokan pangan. Pemerintah, kata dia, perlu memastikan peningkatan produksi domestik, memperkuat distribusi, serta memberi jaminan kesejahteraan bagi petani.

Para peserta juga menyampaikan pandangan kritis terkait tantangan pangan nasional, mulai dari ancaman krisis global, perubahan iklim, hingga ketergantungan pada impor yang masih tinggi. Isu kesejahteraan petani menjadi sorotan karena dinilai sebagai elemen penting dalam memperkuat ketahanan pangan.

Ini Baca Juga :  Al Ma’soem Gelar Nuzulul Quran Sekaligus Penghargaan Peraih Haflah Hifdzil Qur’an

Polemik Makanan Pokok dan Kebijakan Pemerintah

Salah seorang peserta, Rafa, mahasiswa FTP Unpad, mempertanyakan kebijakan pemerintah yang dinilai cenderung menyeragamkan konsumsi makanan pokok pada nasi. Ia menilai kebutuhan karbohidrat masyarakat seharusnya dapat dipenuhi melalui berbagai sumber seperti sagu dan ubi.

Menanggapi hal itu, Saepudin menilai perubahan pola konsumsi masyarakat tidak dapat dilakukan secara instan. “Belum lagi stok beras kita saat ini belum sepenuhnya mampu menutup kebutuhan nasional,” ujarnya.

Ariel, narasumber dari Teknik Pangan ITB, menyampaikan pandangan serupa. Menurutnya, setiap daerah memiliki karakteristik dan sumber daya yang berbeda sehingga kebijakan makanan pokok tak bisa diseragamkan. Ia menilai konsep beras analog dapat menjadi alternatif, namun pemerintah dinilai belum memberi panduan jelas mengenai produksi dan distribusinya.

Ini Baca Juga :  Mahasiswa Kerap Anggap Politik Itu Kotor, Begini Respons DPRD Bandung

“Ada potensi inovasi pangan, apalagi untuk generasi muda. Misalnya produk kekinian berbahan tepung singkong,” ujar Ariel.