LMDH Jabar Desak Agar Pengelolaan Hutan Tak Diambil Alih Lembaga Bisnis dan Kapitalis

Paguyuban LMDH Jabar
FOTO BERSAMA: Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kabupaten Sumedang saat foto bersama.

INISUMEDANG.COM – Adanya regulasi baru dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Permen Nomor 09 tahun 2021 yang nantinya membagi hutan jawa menjadi dua bagian skema yaitu KHDPK maupun KKPP. Beberapa paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Pulau Jawa bereaksi salah satunya LMDH Jabar.

Mereka meminta keadilan dan keberpihakan KLHK maupun Perhutani agar masyarakat Desa Hutan tetap bisa memanfaatkan hutan sebagaimana mestinya sebagai kelestarian dan kelangsungan lingkungan hidup.

Ketua Paguyuban LMDH Jabar yang diwakili Ketua Forum Komunikasi Petani Gunung Geulis Desa Jatiroke. Saepudin mengatakan pada prinsipnya Paguyuban LMDH Jabar tidak menentang kebijakan pemerintah.

Akan tetapi tetap akan mengawal hak-hak masyarakat yang tergabung dalam LMDH terkait akses dan pemanfaatan hutan oleh masyarakat.

“Regulasi yang akan digulirkan oleh KLHK dan Perhutani akan merubah tatanan budaya yg selama puluhan tahun dibangun oleh LMDH. KHDPK sangat disayangkan karena dibalik penetapan KHDPK sebenarnya diusung oleh lembaga-lembaga yang tujuannya reforma agraria. Dimana kelompok ini dinilai tidak berkarakter sebagai rimbawan,” ujarnya, Selasa 18 Januari 2022.

Ini Baca Juga :  Resmikan Gedung Pusat Pencak Silat di Sumedang, Ridwan Kamil: Pencak Silat Juga Etalase Wajah Kebudayaan di Indonesia

Skema Apapun Yang Akan Diterapkan KLHK dan Perhutani, LMDH Jabar Sebagai Subyek

Saepudin menambahkan skema apapun yang akan diterapkan oleh KLHK dan Perhutani, Paguyuban akan meminta bahwa yang menjadi subyek adalah LMDH. Kebijakan skema bisnis di wilayah kerja Perhutani manfaat yang lebih besar akan dinikmati oleh para pemodal. LMDH walaupun diarahkan membentuk koperasi akan tetap kalah bersaing dengan para pemodal.

“Untuk itu langkah yang akan diambil berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah baik tingkat Provinsi maupun Kab/Kota dan DPRD Provinsi untuk mensikapi dan mengantisipasi dampak buruk yang akan terjadi terhadap lingkungan di Jawa Barat. Menyampaikan aspirasi ke KLHK dan Perhutani. Membuat kajian dan tindakan hukum apabila ditemukan indikasi penyimpangan terhadap produk hukum yang telah ada,” paparnya.

Sementara itu, Kelompok LMDH Jawa Tengah, Adib Wong Alas mengatakan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) sebagai bentuk implementasi Perhutanan Sosial di Jawa dengan menyerahkan pengelolaan lebih dari satu juta hektar hutan negara kepada masyarakat. Kawasan hutan yang diserahkan adalah kawasan yang sudah rusak dengan tutupan tegakan kurang dari 10 %.

Ini Baca Juga :  Buka MTQ ke-37 Jabar di Sumedang, Wagub Jabar: Ini Bukti Pemprov Jabar Hormati Agama Islam

“Saya menyebut KHDPK sebagai Revolusi Hutan Jawa. Pada 8 Maret 2021, saat saya berkesempatan mengikuti diskusi terbatas di Jakarta bersama Ibu Menteri, saya menyampaikan bahwa Ibu Menteri LHK terlalu baik. Ibu Menteri ikhlas mengambil tanggungjawab untuk memperbaiki hutan Jawa. Saya dengan tegas mengatakan, saya mendukung KHDPK,” ujarnya.

Jangan Sampai KHDPK Disusupi Penumpang-Penumpang Gelap

Namun, kata Adib, belajar dari hiruk pikuk tahun 2017 saat diterbitkannya Peraturan 39 tentang IPHPD, Salah satu wujud nyata dukungannya jangan sampai KHDPK disusupi oleh penumpang-penumpang gelap yang tujuannya bukan untuk memperbaiki dan menghutangkan kembali hutan Jawa yang rusak.

Ditengarai dengan beberapa fakta di lapangan, IPHPS cenderung bertujuan (jangka panjang) untuk menguasai hutan dan merubah status hutan menjadi hak milik.

Ini Baca Juga :  AMSI Gelar Training Prebunking Untuk Awak Media di Bandung

“Jangan sampai KHDPK dikelola oleh petani-perani baru dengan kelompok-kelompok baru yang didampingi oleh lembaga-lembaga baru yang selama ini tidak pernah bersentuhan dengan hutan. Jangan sampai terjadi masyarakat setempat yang selama ini sudah mengelola kawasan hutan dengan baik, terusir dari lahan garapannya,” ujarnya.

Tidak boleh ada perlakuan yang berbeda antara masyarakat pada KHDPK dengan masyarakat yang bermitra dengan Perhutani. Semuanya adalah masyarakat desa hutan yang memiliki hak untuk mendapat perlakuan yang sama dari Negara.

“Saya juga dengan tegas menyatakan, mendukung Kemitraan Kehutanan Perhutani dengan Entitas Bisnis yg dimiliki oleh masyarakat desa hutan/LMDH. Bukan entitas bisnis milik para kapitalis yang datang dengan tiba tiba, dan menyingkirkan entitas bisnis masyarakat. Akhirnya, desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi boleh beda nama, tetapi kita satu negara Indonesia. Hutan Jawa terjaga kelestariannya, kehidupan masyarakat desa hutan sejahtera dan bahagia,” tandasnya.