INISUMEDANG.COM– Siapa yang tak kenal , wisata alam yang terletak di Kabupaten Subang berbatasan dengan Lembang Kabupaten Bandung Barat ini terkenal sampai mancanegara. Namun, siapa sangka ternyata di dekat Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang ada Pasir Sangiang. Atau orang Cicalengka menyebutnya Pasir Candi yang mirip perahu terbalik. Seperti apakah kisahnya, berikut ceritanya.
Secara administratif, wilayah Pasir Sangiang berada di Desa Tenjolaya dan Desa Dampit Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung. Berdampingan dengan Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang. Konon, pasir sangiang ini bekas bersemedi Adipati Aria Wira Angun-angun dari kerajaan Kendan Nagreg Kabupaten Bandung.
Adipati Aria Wira merupakan keturunan Wretikandayun selama beberapa generasi (data tidak ditemukan). Perjalanan Adipati Aria Wira Angun-angun untuk mencari solusi permasalahan hidup dan wabah penyakit. Dimulai pada bulan Syuro dimana beliau selalu bersemedi di Gunung Mayit (sekarang Pasir Sangiang atau Pasir Candi berada di kawasan Desa Tenjolaya).
Perjalanan atau ngabaraga itu dilakukan dengan menelusuri pinggiran sana di sisi barat. Kemudian naik menuju bukit Anak Gunung Geulis (Gunung Goong) berlokasi di Dusun Cicabe Desa Sindanggalih Cimanggung. Bukit yang tidak terlalu tinggi tetapi bisa melihat sebagian Bandung dan Sumedang.
Setelah melihat keadaan tersebut. Adipati melanjutkan perjalanannya ke Gunung Mayit dengan menuruni bukit Tenjolaya hingga tiba di dataran luas yang penuh dengan pohon lumpuh. Adipati beristirahat di bawah pohon lumpuh untuk bersantai sambil minum air yang mengalir dari sungai kecil yang kemudian disebut Ciilat. Sementara tempat itu kemudian berganti nama menjadi Cilame dan dijadikan nama desa (sekarang wilayah RT 06 RW01).
Rombongan kemudian membuat tenda untuk beristirahat. Sementara Adipati didampingi dua panglima perang terus mendaki puncak Gunung Mayit untuk melakukan ritual meditasi. Pagi harinya Adipati dan dua hulubalang mengepung puncak gunung mayit. Saat itu Adipati melihat tanda kehidupan di kaki gunung mayit sebuah desa kecil dimana masyarakat saat itu sedang mengadakan prosesi pemakaman massal.
Pasir Sangiang Masuk Sejarah Lokal Yang Diabadikan Secara Lisan dan Turun Temurun
Sementara itu, sejarawan lulusan Pendidikan Sejarah UPI Bandung, M Rafli Hidayat mengatakan sejarah pasir sangiang memang tidak tercatat di sejarah buku atau sangkakala. Tidak tertulis pula di catatan sejarah nasional. Hanya saja, katanya, pasir sangiang masuk sejarah lokal yang diabadikan secara lisan dan turun temurun sampai sekarang.
Rafli pun tidak menyebut adanya candi yang disebut sebut sebagai candi. Hanya saja, bentuk buktinya yang seperti candi (terasering) tanah bergumpak umpak.
“Kalau dilihat dari kecamatan Cimanggung justru mirip seperti perahu terbalik. Kalau luasnya, hampir setara dengan perahu Nabi Nuh yang dibuat ribuan tahun silam dan disebut sebut dibuat di Indonesia, karena bahan bakunya pohon Jati yang hanya tumbuh di iklim Indonesia,” ujarnya.
Sebagian masayarakat Cimanggung memang bercocok tanam dan beraktivitas ke pasir sangiang. Karena lokasinya yang berbatasan dengan Kab Bandung jadi, sebelah utara digarap oleh warga Sumedang dan sebelah selatan digarap oleh warga Kab Bandung. Memang dari sisi mistik banyak diceritakan kisah kisah mistik yang membuat bulu kuduk merinding.
“Konon di pasir sangiang itu tempat orang bertapa, tempat pembuangan mayat, dan adanya penghuni nene lampir yang buah dadanya sampai ke lutut. Mirip seperti kelong wewe,” tandasnya.