INISUMEDANG.COM – Saung Budaya Sumedang (Sabusu) yang berada di Wilayah Kecamatan Jatinangor diharapkan menjadi wadah yang bisa mengembangkan budaya, wisata, dan kegiatan ekonomi di Kabupaten Sumedang. Namun, status lahan Sabusu hingga saat ini tidak jelas kepemilikannya alias lahan tak bertuan.
Kaitan dengan hal tersebut, di jelaskan oleh Ketua Pembina Incu Buyut Peduli Jatinangor (Ibujati) Asep Riyadi bahwa Sabusu itu, historis awalnya ketika jaman kepemimpinan pa Misbah bahwa sebelumnya bernama Saung Kabayan, proses berjalan waktu lalu menjadi Saung Budaya Sumedang (Sabusu) hingga saat ini.
“Setelah menyandang nama Sabusu, barulah dibangun menggunakan anggaran Pemkab Sumedang dengan lima gedung yang diperuntukkan untuk murni kegiatan sosial untuk corong nya Sumedang. Ditengah perjalanan di tunjuklah pihak ketiga untuk mengelolanya dari tahun 2010 hingga tahun 2014,” jelas Asep saat diwawancarai awak media Kamis, (16/12/21).
Lambat laun, kata Asep, ternyata ada penyalahgunaan di sewakan untuk menjadi kawasan komersil. Pada tahun 2019 pihaknya masuk ke Sabusu, untuk mengembalikan lagi Sabusu menjadi areal sosial, berkarya dan menjadi etalase Sumedang.
“Kami membangun Sabusu dan sekarang Alhmadulilah sudah berfungsi kembali, dimana kami sudah di datangi dari berbagai pihak, baik dari Pemprov ataupun dari Pemda Sumedang atas tindak lanjut penggunaan kawasan itu,” jelas Asep.
“Kami selaku masyarakat mempertanyakan, bahwa kawasan yang begitu bagus, setelah kami telusuri ternyata penuh dengan ketidapastian hukum menganai tanahnya. Dimana tanah tersebut setelah kami cek and ricek hasilnya tanah yang sudah tidak bertuan,” ujar Asep.
Soal tanah Sabusu Tak bertuan, sambung Asep, itu dibuktikan oleh SK dari Gubernur Jawa Barat yang mengatakan tanah tersebut bukan milik siapapun lagi karena semua dibatalkan.
“Luas lahan Sabusu 6,8 Ha di blok Pagantangan. Kami, karena merasa orang Sumedang, memanfaatkan tanah Sabusu untuk Sosial dan sampai sekarang berjalan. Menjadi catatan penting bagi kami, tolong Pemerintah jangan mengajarkan penguasaan tanah dengan cara cara yang tidak baik,” katanya.
Dikatakan Asep, semakin tanah itu bermanfaat untuk Sumedang berarti semakin bagus masyarakat bisa terlibat. Semoga kedepannya, pihaknya bisa bersinergi dengan Sumedang untuk menciptakan Etalse Sumedang secara utuh di Sabusu.
Sama halnya apa yang disampaikan oleh Praktisi Hukum Ibujati Sopian mengatakan bahwa pada intinya, kalau memang lahan terlantar atau tak bertuan harus segera dimohonkan haknya, baik oleh Pemerintah itu sendiri.
“Kita sebenarnya, sangat apresiasif pada teman teman dari Gelap nyawang dan Ibujati yang secara aktif melaksanakan kegiatan di Sabusu sekaligus mengamankan aset Negara dan Alhmadulilah, dari Pemda Sumedang Minggu kemarin sudah mengajukan status tanah tersebut untuk di kelola dan mudah mudahan BPN bisa secepatnya bisa merealisasikan,” Ujar Sopian.
Kalau lama kelamaan, kata Sopian, bahwa tidak ada status kepemilikan atau yang mengelola, itu akan dijadikan bank tanah dengan aturan yang baru.
“Kalau sudah menjadi bank tanah, siapapun tidak ada yang bisa mengelolanya kecuali Negara,” tuntasnya.