SUMEDANG, 15 Juli 2025 – Polemik masalah pembebasan lahan tol Cisumdawu di Desa Ciherang Kecamatan Sumedang Selatan dan Desa Pamekaran Kecamatan Rancakalong terus berlanjut.
Hasil pantauan wartawan di lapangan, bahwa hasil audiensi dengan Asda 1,2 dan Kabag Tapem, pada Senin 14 Juli 2025 membenarkan adanya berkas yang belum sinkron terhadap pembayaran lahan tol Cisumdawu itu pada 2010. Pihak Pemkab pun mengakui bahwa data yang dibawa Pak Yayat selaku Koordinator warga terdampak tol Cisumdawu adalah benar dan diakui oleh Kementrian PUPR setelah ditanyakan oleh tokoh masyarakat Asep Sugian.
Asep pun mempertanyakan, hasil notulansi dari Kementrian PUPR ketika audiensi dengan warga terdampak tol didampingi anggota DPRD Sumedang di Jakarta, belum lama ini.
Sebab, meskipun kunjungan kerja DPRD Sumedang namun tidak ada bukti notulansi atas kunjungan DPRD dalam mengawal warga terdampak tol di Jakarta.
Yayat, Koordinator warga terdampak dari Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan, mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam proses pembayaran yang dilakukan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) dan pihak terkait lainnya pada 2010 lalu.
Menurut Yayat, lahan warga yang terdampak pembangunan tol mencapai kurang lebih 112 hektare, dengan nilai ganti rugi tahap pertama yang disebut-sebut sebesar Rp433 miliar pada tahun 2010. Namun, dari jumlah tersebut, warga hanya mengetahui adanya pembayaran dari dana APBD sekitar Rp28 miliar.
“Sisanya Rp405 miliar dikemanakan? Sudah kami tanyakan, sudah kami somasi, kalau memang sudah dibayar mana kwitansinya, mana bukti nilai yang sebenarnya,” ujarnya.
Yayat menambahkan, proses pembayaran pun dinilai tidak transparan. Warga, menurutnya, tidak pernah menerima salinan berkas pembebasan lahan karena dokumen tersebut disebut telah dirampas oleh pihak kedua, yakni P2T dan Tim 7. Bahkan saat penandatanganan dokumen, warga dilarang membaca isi perjanjian dan hanya diminta tanda tangan karena disebut sebagai “urusan Pemda”.
“Kami warga terpaksa menandatangani karena ada tekanan dan intimidasi dari oknum P2T dan Tim 7. Kami tidak tahu berapa harga per bata-nya, tidak ada rincian harga bangunan maupun tanaman. Tiba-tiba kami menerima sejumlah uang tanpa penjelasan,” jelas Yayat.
Ia juga menyebutkan masih ada sekitar 680 berkas milik warga yang belum dibayar lunas, terdiri dari 320 warga Desa Pemekaran Kecamatan Rancakalong dan 360 warga Desa Ciherang Sumedang Selatan.
Informasi dari sejumlah warga menunjukkan adanya ketimpangan nilai ganti rugi. Sebidang tanah seluas 60 bata hanya dibayar Rp10 juta, bahkan ada yang 30 bata dibayar hanya Rp9 juta.