Tidak Adanya Apresiasi dari Pemkab Sumedang
Menurut Sambas, semasa latihan 2 minggu di Gedung Sate Bandung dan 2 hari di Jakarta anaknya hanya mendapat makan dari panitia dan pengurus Jamparing Parikesit. Bahkan transport PP dari Cimanggung ke Bandung dan biaya jajan sehari hari ditanggung dirinya.
Idealnya, kata Sambas, anaknya mendapatkan apresiasi dari Dinas Pendidikan atau Disbudparpora Bahkan dari Bupati sekalipun. Sebab, bisa membawa harum Sumedang dan Jawa Barat.
Anaknya pun, hanya mendapatkan foto bersama dan piagam dari panitia pusat. Bukan dari dinas terkait atau pemerintah daerah baik Kabupaten hingga provinsi.
“Di sini kita tahu, bahwa apresiasi dan pujian itu lebih dari uang, tidak ada nilainya. Coba kalau pemkab kreatif, misalnya mengundang makan makan atau foto bersama di GN Sumedang bersama Bupati. Bahkan mengundang orang tuanya, mungkin kami selaku orang tua merasa cukup dihargai. Uang mah nomor 2, ini bentuk pujian juga rasanya tidak ada,” katanya.
Cantika penari cilik pun, kata Sambas, sering membawa harum Sumedang lewat prestasi seni tari dan kesenian lainnya bersama sekolah tari Jamparing Parikesit Desa Cibeusi Kecamatan Jatinangor. Namun, lagi-lagi belum ada penghargaan yang berarti.
Padahal, kata dia, untuk menyekolahkan anak ke sekolah tari bukan perkara mudah dan biaya ringan. Dirinya harus mengeluarkan kocek besar untuk membeli baju tari, sewa asesoris Bahkan uang jajan sehari hari dan transportasi.
“Harapannya semoga atlet-atlet berprestasi atau yang mengharumkan Sumedang mendapat ganjaran yang setimpal. Minimal, piagam atau sertifikat menari bisa digunakan sebagai kunci masuk SMP Negeri. Sebab, yang saya tahu sistem zonasi memberatkan siswa berprestasi baik dari segi akademik maupun non akademik,” ujarnya.