Dalam Pustaka Kertabhumi I/2 menceritakan ke empat bersaudara itu “Sira paniwi dening Prabu Ghesan Ulun. Rikung sira rumaksa Wadyabala, sinangguhan niti kaprabhun mwang salwirnya” Mereka mengabdi kepada Prabu Geusan Ulun.
“Di sana mereka membina bala tentara, ditugasi mengatur pemerintahan dan lain-lainnya, sehingga mendapat restu dari 44 penguaa daerah Parahiyangan yang terdiri dari 26 Kandaga Lante, Kandaga Lante adalah semacam Kepala yang satu tingkat lebih tinggi dari pada Cutak (Camat) dan 18 Umbul dengan cacah sebanyak tambah 9000 umpi,” ucap Supian.
Masih kata Supian, untuk menjadi nalendra baru pengganti penguasa Padjadjaran yang telah sirna. Tidak semuanya bekas kerajaan bawahan Padjadjaran mengakui Prabu Geusan Ulun sebagai Nalendra , sehingga terpaksa Prabu Geusan Ulun menaklukan kembali kerajaan kerajaan tersebut seperti Karawang, Ciasem, dan Pamanuk.
“Ini sejarah Sumedang Larang hanya garis besarnya saja dan Keraton Kutamaya yang kini jadi pesawahan. Jangan jauh jauh ngejar Sumedang Kota Wisata, mau meraih kota wisata bagaimana?, kalau tidak tahu apa yang jadi nilai-nilainya,” ungkap supian.
Supian menambahkan, sudah jelas ada Sumedang Puser Budaya Sunda, value (tata nilai) yang ada di SPBS segera gali dan kembangkan, pasti itu menjadi wisata yang handal.
“Bukan mengejar Kabupaten wisata tapi balikan kembangkan budaya majukan budaya, wisata akan mengikuti dengan sendirinya dan bisa maju, lihat Bali mereka dengan budaya baru wisata mengikutinya,” pungkasnya.