Sumedang, 1 Agustus 2025 – Pemerintah Kabupaten Sumedang bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumedang menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait penyelesaian perkara melalui pendekatan Restorative Justice (Keadilan Restoratif), di Kantor Kejaksaan Negeri Sumedang, Jumat.
Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: SE-2/E/Ejp/07/2025 tanggal 24 Juli 2025, yang mendorong kolaborasi antara Kejaksaan dan Pemerintah Daerah dalam pemulihan keadaan semula serta perlindungan kepentingan korban dan pelaku pasca penyelesaian perkara.
Penandatanganan MoU tersebut sekaligus dibarengi dengan penyerahan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) oleh Kepala Kejaksaan Negeri Sumedang kepada dua tersangka, disaksikan langsung oleh Bupati Sumedang.
Kepala Kejaksaan Negeri Sumedang, Dr. Adi Purnama, S.H., M.H., mengatakan, penghentian penuntutan ini menjadi bagian dari komitmen untuk mendorong penyelesaian perkara secara adil dan humanis.
“Restorative justice bukan berarti pelaku bebas begitu saja, tetapi diberikan sanksi sosial dan pembinaan untuk memperbaiki diri serta kembali diterima oleh masyarakat,” ujarnya.
Adapun dua tersangka yang menerima SKPP dan sanksi sosia, kata Adi, yang pertama yaitu Hifal Maulana Fachturozi bin Jaenal Abidin, melanggar Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP.
“Ia dikenakan sanksi sosial berupa membersihkan lingkungan Kantor Desa Cikurubuk dan membantu pelayanan masyarakat setiap hari Senin selama tiga bulan. Selain itu, ia juga diwajibkan mengikuti pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Sumedang dua kali seminggu selama tiga bulan,” ungkapnya.
Yang kedua, sambung Adi, yaitu, Muhdi alias Otoy bin Dana, melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.
“Ia dikenakan sanksi sosial berupa membersihkan lingkungan Kantor Desa Jambu dan Masjid Al-Barokah setiap hari Jumat selama tiga bulan. Ia juga wajib mengikuti pelatihan kerja di BLK Kabupaten Sumedang dua kali seminggu selama tiga bulan,” tegasnya.
Adi menuturkan, restorative justice ini berawal dari permohonan lisan dari Bupati Sumedang.
“Alhamdulilah setelah kita teliti dan telaah, dua perkara ini memenuhi untuk diberikan restorative justice. Karena kami juga menganggap kalau kedua perkara ini dilanjutkan ke ranah persidangan dan hukuman akan banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Karena azas penegakan hukum itu, salah satunya adalah kemanfaatan hukum, selain dari azas keadilan,” tuturnya.
“Jadi, hari ini kedua lepas dan kami serahkan langsung ke keluarganya dan selanjutnya akan juga diserahkan ke pa Bupati sebagai orang tua dari warga Kabupaten Sumedang,” tandasnya.
Restoratif Justice terhadap ke dua tersangka ini diapresiasi oleh Bupati Sumedang H. Dony Ahmad Munir,
“Saya mengucapkan terimakasih kepada Pak Kajari yang sudah telah membantu masyarakat Sumedang. Langkah ini sebagai wujud keadilan yang mengedepankan kemanusiaan dan pemulihan. Kami mendukung penuh sinergi ini karena memberikan harapan baru bagi penyelesaian perkara yang tidak semata-mata berujung pada hukuman pidana, tetapi juga pembinaan,” kata Bupati Dony.
Kenapa kedua tersangka ini, dimintakan untuk restoratif justice, Dony menuturkan, untuk Muhdi ini seorang sopir yang memiliki 7 anak yang masih kecil-kecil.
“Pak Muhdi ini, terjerat kasus hukum karena dari pertengkaran dengan istrinya. Sekarang ini, sudah ditahan selama hampir 3 bulan. Dan Alhamdulillah ini pun ada pemaafan,” kata Dony.
Sedangkan untuk Hifal, kata Dony, terjerat kasus penggelapan uang karena buat membiayai ibunya yang sedang sakit.
“Hifal terjerat kasus penipuan karena ingin merawat ibunya yang sedang sakit dengan jumlah uangnya yang hanya Rp 1,5 juta. Dan Alhamdulillah, kasus Hifal pun mendapatkan pengampun,” ucapnya.
“Saya menyakini, Pak Kajari sudah menelaah dan mengaji mana yang bisa direstoratif justice atau tidak. Jadi sekali lagi saya ucapkan terimakasih sekali lagi kepada pa Kajari dan jajaran Kejaksaan Negeri Sumedang,” tandasnya.