Hampir Punahnya Seni Gulat Asli Sunda “Benjang” di Sumedang

INISUMEDANG.COM – Seni Gulat Asli Sunda atau dengan nama lain seni Benjang adalah jenis kesenian tradisional Indonesia yang memadukan seni dan beladiri yang berkembang di Kecamatan Ujungberung, kota Bandung.

Benjang sudah berkembang sejak akhir abad ke 19 dan masuk ke Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang pada tahun 1969.

Namun kini, di Sumedang Kecamatan Tanjungsari seni Benjang tersebut hampir punah dan sudah tidak dilirik lagi.

Hal ini terbukti dengan kurangnya minat masyarakat dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Sumedang itu sendiri. Padahal Benjang atau gulat Sunda merupakan Budaya yang wajib dilestarikan.

Tokoh Budayawan sekaligus Pelaku Seni Benjang, Abah Aka 78 tahun merasa sedih dengan kondisi sekarang. Bahwa di Sumedang Benjang sudah mati suri, dibilang lenyap Benjang tapi masih ada, di bilang masih ada Benjang tapi memang tidak terlihat.

“Seni Benjang itu seni permainan rakyat, seni Benjang berasal dari Jepang dulunya itu. Saya mulai tahu seni Benjang mulai tahun 1969 dan saya jadi pemain dan juga jadi Nayaga (pengiring musik tradisional). Hingga sampai membuka perguruan di Desa Pasigaran ketika tokoh Benjangnya waktu itu pa Eman dan pa Marta,” ungkap Abah Aka saat diwawancarai IniSumedang.com beberapa waktu yang lalu dikediamannya.

Ini Baca Juga :  Mengenal Upacara Badudus Salah Satu Acara Tradisional Kalimantan Selatan

Benjang atau gulat Sunda berbeda dengan beladiri Silat, kata Abah Aka. Benjang itu ada memiliki beberapa peraturan berbeda ketika sedang bertarung. Seperti tidak boleh mencakar, menonjok, menggigit, mencekik dan mencolok.

Jatuh Terlentang Dan Punggung Nempel ke Tanah Maka Kalah

Bahkan yang dipegangnya pun dari pinggang ke atas. Ketika disebut kalah itu ketika jatuh terlentang punggung nempel ke ubin atau tanah.

“Pertandingan seni Benjang itu dilaksanakan sampai 4 ronde, jadi disebut kalah itu ketika terbanting jatuh terlentang dan punggungnya nempel ke tanah atau ubin. Dalam memilih lawan tanding, Benjang tidak ada aturan, mau yang kecil sama yang besar bisa, mau yang kurus sama yang gemuk bisa, selama lawan tandingnya berani dan terukur tanpa ada paksaan,” jelas Abah Aka.

Ini Baca Juga :  Sumedang, Pilkades Serentak September 2021 Mendatang

Ada beberapa jurus Seni Benjang, sambung Abah Aka. Yaitu jurus Sabeut, jurus Beulit Kacang, jurus Gorentel, jurus Gebot, jurus Keureunyeum Nileum.

“Saya mulai menggeluti Benjang dari tahun 1969 dan pada tahun 1973 Benjang lenyap. Dan pada tahun 1987, saya dibawa ke Jakarta karena saya yang terpilih setelah melalui beberapa seleksi waktu itu, dan di Jakarta ditampilkan Benjang di hadapan Presiden Suharto dan hasilnya diberi bantuan peralatan musik tradisional dan alat olah raga,” tutur Abah Aka.

Sekarang Seni Benjang memprihatinkan, bisa dikatakan punah, karena tidak adanya perhatian dari pemerintah apalagi sampai pemerintah mendukung. Seni Budaya ini warisan seni yang sepatutnya dilestarikan.

Ini Baca Juga :  Mengenal Dahau, Tradisi Adat Suku Dayak yang Ada di Kalimantan Timur

Tidak Ada Pengembangan dan Kepedulian Benjang Bisa Dikatakan Punah

“Seni Bejang saya katakan dan tegaskan sudah punah, tidak ada pengembangan, tidak ada yang peduli atau perhatian. Sekalipun ada perhatian kalau diminta atau akan ditampilkan dikegiatan Agustusan atau acara tertentu, itu akan diperlakukan sangat penuh perhatian, Selesai saja acaranya ya kembali lagi dibiarkan diacuhkan,” kesal Abah Aka.

Abah Aka menambahkan, pelaku seni Benjang nyamasih masih hidup masih sehat, kenapa tidak dimanfaatkan. Dan kalau seperti itu Benjang akan ikut punah jadi tinggal cerita.

“Seni Benjang tidak berbahaya, dalam pertunjukan memakai seni musik juga. Saya tidak bisa mengatakan apa apal lagi, tidak terbayang kalau anak cucu kita semua pengen melihat Benjang hanya melalui medsos saja. Pelakunya sudah tiada jadi Benjang hanya tinggal cerita dan di kenang. Padahal Benjang warisan para leluhur kental dengan adat dan budaya,” tandasnya.