INISUMEDANG.COM – Rancakalong merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Rancakalong sendiri terkenal seni budayanya yaitu Tarawangsa dan Ngalaksa, bahkan terkenal penghasil Ubi Cilembu terbanyak di Sumedang.
Rancakalong “gemah ripah loh jinawi” demikian dikatakan tokoh masyarakat Rancakong Undang Nuryadin. Mungkin, kata dia, generasi sekarang tidak tahu asal muasal Rancakalong bisa menjadi daerah subur makmur seperti sekarang.
“Memang cerita ini turun temurun tidak ditulis dalam tinta sejarah Rancakalong, maupun sejarah Sumedang. Namun makan Eyang Jiwangsa adalah bukti sejarah adanya pertanian (pelopor pertanian) di Rancakalong,” tutur dia di rumahnya, (Kamis 3/3/2022).
Undang Nuryadin warga Sukasirnarasa Rancakalong ini menyebutkan. Konon Eyang Jiwangsa ketika di masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda dikenal seorang tokoh terkemuka ahli dalam bidang Pertanian.
“Figur leluhur Rancakalong ini, telah berjasa sebagai pelopor pertanian. Dengan membuka puluhan hektar lahan pertanian yang saat ini sangat dirasakan manfaatnya ribuan masyarakat, “ujarnya.
Dulu, kondisi wilayah Rancakalong merupakan hutan belantara, belum ada perkebunan apalagi pesawahan karena sulit akan air. Waktu itu, Eyang Jiwangsa berkeyakinan bahwa sebagian wilayah hutan belantara itu bisa dijadikan wilayah pertanian.
“Dengan tekadnya itu, Eyang Jiwangsa meneratas atau menggali tanah dan batu cadas disekitar lereng hutan yaitu membuat saluran air sepanjang 7 kilometer hanya seorang diri bahkan dengan alat seadanya,” ungkapnya.
Kini saluran air itu dinamai Ciledug 2. Awal penggalian mengambil sumber air Cibalagajuk sepanjang 7 kilometer hingga ke Ciledug yang mengairi sekitar 30 hektar lahan pertanian di blok Bugangjawa dan blok Rancacukup.
Bahkan, saluran air terus mengalir ke lahan pertanian di blok Tumurugul dan blok Pasantren sekitar 15 hektar.
“Karena air terus mengalir tanpa henti meski dilanda kemarau panjang. Maka oleh generasi berikutnya, saluran air dibenahi kembali hingga air mengalir lebih besar,” katanya.
Berziarah ke Makam Eyang Jiwangsa (Pelopor Pertanian Rancakalong)
Karena jasanya, makam Eyang Jiwangsa dikeramatkan dan dipercaya para peziarah adalah simbol kesuburan dan keberkahan dalam mengelola lahan pertanian.
Sehingga bila akan memulai mengolah lahan pertanian, baik menanam padi maupun Ubi Cilembu maka masyarakat berziarah dulu ke makam Eyang Jiwangsa.
“Kisah Eyang Jiwangsa pelopor pertanian itu, memang tidak ditulis dalam buku sejarah Rancakalong, tapi erat hubungannya dengan sejarah seni budaya Rancakalong,” ujarnya.
Ketika panen raya, lanjut dia, di Rancakalong ada acara syukuran menyambut “Panen Rubuh Jarami Entep Pare” mengiringi gelaran seni budaya tradisi Rancakalong sebagai bentuk syukur dan penghormatan kepada leluhur atas melimpah ruahnya hasil tatanen (pertanian).
Digelar pula, kesenian buhun Jentreng dan Rengkong (tarian membawa ikatan padi) diiringi haleuang Beuluk (tembang Karawitan kuno khas Sunda).
“Budaya yang dilaksanakan seperti ngabubur suro, hajat golong, ngawen dan hajat lembur, merupakan tradisi ritual masyarakat Rancakalong menyambut kedatangan Dewi Sri yang disebut Nyi Pohaci, “katanya.