INISUMEDANG.COM – SR seorang ibu rumah tangga (IRT) berusia 30 tahun dengan satu anak ini masih belum percaya atau tak menyangka akan kondisi yang deritanya saat ini. Pasalnya, belum genap sebulan ini, SR seorang IRT divonis Tuberkulosis Resisten Obat (TBC-RO) yang membuat dirinya dan keluarganya kaget.
Ditengah kondisi ekonomi yang pas-pasan dan ditambah pekerjaan suaminya yang hanya pekerja serabutan, SR harus berjuang untuk sembuh atas penyakit yang dideritanya tersebut.
“Awalnya sih, setiap malam saya merasakan meriang. Saya kira meriang biasa efek dari KB, terus kalau kena air dingin pasti akan langsung batuk-batuk. Begitu juga kalau sudah motoran malem itu selalu batuk, dan batuknya pun tidak bisa berhenti, meski saya sudah minum yang anget-anget,” ujarnya kepada IniSumedang.Com, Sabtu 22 Oktober 2022 di kediamannya.
“Batuknya akhirnya berhenti sendiri karena muntah, yang saya anggap itu berasal dari penyakit lambung yang saya derita juga,” sambungnya.
Dengan gejala itu, lanjut SR, dirinya memutuskan untuk memeriksa kesehatannya ke salah satu klinik Medika. Dan dokter di sana menyebutkan bahwa saya khawatirkan terkena paru.
“Sebelumnya diperiksa ke medika, dokter menyarankan saya untuk di rontgen di Bio (Lab), karena ditakutkan terkena paru. Namun, setelah di cek darah di bio (Lab) ternyata hasilnya negatif. Dari Lab, saya disuruh lagi ke Puskesmas dan setelah dicek ternyata hasilnya positif (aktif). Dan setelah 3 minggu kembali untuk cek dahak dan disitu saya divonis terkena TBC-RO (MDR),” tutur SR.
Disinggung sikap masyarakat di lingkungannya atas penyakit yang dideritanya. SR menyebutkan bahwa tidak ada reaksi apapun dari masyarakat atas penyakit yang dideritanya.
“Allhamdulilah pa di masyarakat mah biasa saja, kadang suka banyak yang nanya kondisi saya saat ini dan mendoakan kesembuhan saya. Jadi ga ada pengucilan atau apalah. Allhamdulilah pada baik. Begitu juga dukungan dari keluarga yang terus memberikan support untuk kesembuhan saya,” ujarnya.
Kondisi Ekonomi IRT yang Divonis TBC-RO
Namun dibalik support dan doa dari masyarakat dan keluarga, diakui SR, bahwa kondisi ekonomi memang menjadi hal yang sangat terasa dampaknya, setelah dirinya divonis TBC-RO.
Hal itu ditambah, kondisi suaminya yang saat ini bekerja sebagai buruh serabutan. Bahkan, tidak tentu terkadang bekerja terkadang juga tidak.
“Ya gimana, saya mah hanya bisa berusaha semaksimal mungkin, apalagi saya kerja cuma serabutan kadang kerja kadang engga pa,” timpal suaminya.
Sang suami pun mengaku merasa sedih dan gelisah bila melihat kondisi istrinya yang masih memiliki anak yang masih kecil. Ia berharap adanya perhatian dari pemerintah yang dikhususkan bagi para penderita Tuberkulosis Resisten Obat (TBC-RO).
“Saya harap kami ada perhatian khususlah pa, apalagi kami dari keluarga kurang mampu. Kalo secara semangat mah kita semangat pa untuk kesembuhan istri saya. Tapi itu tadi kendala ekonomi yang memang dirasa cukup berat, minimal ada bantuan khusus untuk menghidupi istri saya pa dari pemerintah. Ini juga saya obat belum ditebus pa karna ga ada uang, kalaupun ada itu juga dapat minjem dari saudara,” keluhnya .
“Pada intinya, para penderita TBC-RO memang membutuhkan bantuan lain dari pemerintah, bukan hanya bantuan fasilitas kesehatannya tapi juga kehidupan ekonominya tentu harus diperhatikan oleh pemerintah,” harapnya.