Cerita Pilu Tukang Becak di Pusat Kota Sumedang, Narik Satu Hari, 3 Hari Tidur di Becak

INISUMEDANG.COM – Seiring perkembangan teknologi transportasi, minat masyarakat untuk menggunakan jasa Becak makin berkurang atau bisa dikatakan tidak lagi diminati. Seperti yang diutarakan Ujang Tata 49 tahun pria asal RT 03 RW 09 Dusun Cisugan Desa Sukamaju Kecamatan Rancakalong. Yang sudah 17 tahun menjalani profesi tukang becak dan mangkal di jalan Budi Asih sekitar atau sekitar Alun-alun Sumedang dan tidak jauh dengan Gedung Negara.

“Tiga tahun setelah menikah, saya menjalani profesi menjadi tukang becak atau kalau dihitung sudah 17 tahun saya jadi tukang becak. Alhamdulillah sudah punya 3 putra, yang paling besar sudah berumur 17 tahun tidak sampai lulus sekolah SD dan anak yang kedua perempuan berumur 11 tahun baru kelas 5 SD. Sedangkan yang bungsu sudah berumur 3 tahun berjalan,” kata Ujang saat diwawancarai IniSumedang.Com Sabtu 9 April 2022 di tempatnya biasa mangkal.

Kalau mengingat perjalanan menjadi tukang becak, kata Ujang, dulu masih bisa mencukupi kebutuhan sehari hari, dan kebutuhan anak sekolah sekalipun. Karena kebetulan tempat mangkal di Budi Asih tersebut masih banyak yang membutuhkan jasa tukang beca. Belum lagi dari perkantoran yang ada dilingkungan Alun-alun Sumedang.

“Tapi, sudah ramainya ojek motor atau sekarang ditambah ojeg online, ditambah lagi angkot, serta Grab dan Gokar. Lalu pegawai perkantoran hampir semuanya bawa kendaraannya masing masing. Hal itu, jelas sekali bagi kami tukang Becak yang masih di goes sudah tidak ada lagi peminat. Kadang narik satu hari, 3 hari tidur di beca,” jelas Ujang.

Tukang Becak Makin Kesini Makin Terus Berkurang

Dulu itu, sambung Ujang, yang mangkal di Budi Asih tukang Beca ada sekitar 10 orang. Namun, karena kondisi yang sudah tidak menguntungkan bagi tukang beca makin kesini makin terus berkurang, dan sekarang yang ada di Budi Asih ada 4 orang itupun yang dua orang sudah jarang mangkal karena memang sangat sepi dan jarang peminatnya.

Ini Baca Juga :  Bank BJB Sumedang Salurkan Dana CSR Sebesar Rp. 140 Juta

“Apalagi, kemarin musim PPKM jelas kami sangat menderita, sudah tidak bisa berbuat apa apa, masih untung ada bantuan bansos yang cukup untuk bisa menyambung hidup hanya sampai 3 hari saja. Selanjutnya, kami berurusan dengan bank Emok karena kebutuhan untuk menyambung hidup. Dan sekarang ditambah dengan harga sembako yang menggila, sementara, penghasilan sudah tidak bisa saya ungkapkan lagi,” kata Ujang dengan mata yang berkaca-kaca.

Ujang mengaku, terkadang dirinya bisa dapat beras dan upah ketika ada warga di Budi Asih yang menyuruh. Selebihnya menghitung hari dan berharap lagi. Berharap ada tarikan penumpang, berharap ada yang menyuruh.

“Saya kan tinggal di Rancakalong, berangkat dari rumah jam 6 pagi kalau ada uang bisa naik angkutan pedesaan. Tapi seseringnya saya berjalan kaki sampai ke Budi Asih Alun Alun Sumedang. Saya orang yang bodoh hanya lulusan SD, yang saya bisa hanya narik beca. Dan jual jasa tenaga itupun kalau ada yang membutuhkan,” ungkapnya.

Ini Baca Juga :  Pemkab Sumedang Gelar Anugerah Kinerja Award Simpati Tahun 2020

Ujang menuturkan, dengan kondisi yang kian sulit, semakin terjepit dengan kondisi dan keadaan. Tetapi hidup harus berjalan, berbagai upaya tak lelah dilakukan tak lelah berharap dan berusaha. Hingga tak kenal lagi yang namanya sembako naik, BBM naik, minyak girang naik.

“Yang saya Kenal, kapan ada yang menyuruh saya, apakah ada tarikan beca hari ini, apakah ada orang yang meminta tolong sekedar mengangkut barang atau beres beres di rumahnya. Itu yang saya kenal, penghasilan begini terus tidak berubah kadang dapat 50 ribu besoknya harus kembali bersabar,” pungkasnya.