Baru Tahu, Ternyata Makam Gunung Puyuh di Sumedang Dulu Bernama Gunung Sunda, Ini Kisahnya

makam pangeran panembahan
Makam Gunung Puyuh di Desa Sukajaya Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang

INISUMEDANG.COM Gunung Puyuh merupakan suatu tempat yang digunakan sebagai kompleks pemakaman bagi para leluhur. Atau Bupati keturunan Prabu Geusan Ulun beserta keluarganya.

Jadi Gunung Puyuh merupakan kompleks pemakaman khusus bagi keturunan kerajaan Sumedang Larang. Ditambah dengan makam Pahlawan Nasional Cut Nyak Dien, yang kemudian dijadikan Cagar Budaya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang.

Namun, nama Komplek Pemakaman Gunung Puyuh tersebut ternyata dulunya, bernama Gunung Sunda.

Dijuluki nama Gunung Puyuh sendiri, oleh Raja Pertama Sumedang Larang. Yaitu Eyang Prabu Tajimalela Batara Tungtang Buana yang berada di Puncak Gunung Lingga.

Juru Pelihara Makam Gunung Puyuh R. Deni Sumadilaga mengatakan, sebelum nama makam Gunung Puyuh, dulu itu namanya Gunung Sunda. Digantikan nama gunung Puyuh, oleh Eyang Prabu Tadjimalela yang kala itu sedang bersemedi di Gunung Sunda.

Ini Baca Juga :  Dikenal Penyebar Agama Islam di Sumedang, Begini Kondisi Makam Eyang Cuntring Manik

“Kurang lebih pada tahun 900an, Eyang Prabu Tadjimalela bertapa di Gunung Sunda ini, dan ternyata, dalam pertapaannya Eyang Prabu Tadjimalela di kerubuti oleh burung puyuh yang sangat banyak, sehingga mengganggu konsentrasi beliau dalam pertapaannya atau bersemedi,” ujar Deni saat diwawancarai IniSumedang.com Jumat 4 Maret 2022 kemarin di kediamannya.

Diganggu Burung Puyuh Saat Semedi, Gunung Sunda Diganti Jadi Gunung Puyuh

Karena merasa terganggu, sambung Deni, maka Eyang Prabu Tadjimalela berpindah tempat ke Gunung Merak, tapi sebelum pindah, Eyang Prabu Tadjimalela mengatakan bahwa tempat ini, harus diganti dengan nama Gunung Puyuh bukan lagi nama Gunung Sunda.

Ini Baca Juga :  Kisah Si Tompel, Anak Miskin dari Sumedang Yang Terkenal Jadi Raja Komputer Tahun 88-an (Part 1)

“Sejak saat itu, hingga sampai sekarang menjadi nama Gunung Puyuh bukan lagi nama gunung Sunda. Bahkan, banyaknya burung puyuh di sini sampai dengan tahun 1985. Namun, sejak tahun 1985 sampai sekarang sudah jarang ditemui lagi burung puyuh tersebut,” ungkap Deni.

Dikatakan Deni, dalam perjalanannya, Eyang Prabu Tadjimalela berpindah bertapanya ke gunung Merak karena memang di sana di ganggu kembali oleh burung Merak. Namun, nama sebelum gunung Merak dirinya (Deni) belum mengetahuinya.

“Untuk nama sebelum gunung Merak saya belum tahu, diberi nama Gunung Merak itu oleh Eyang Prabu Tadjimalela karena sedang bersemedi di ganggu oleh burung Merak. Setelah itu, Eyang Prabu Tadjimalela berpindah kembali bersemedinya ke Gunung Gede,” kata Deni.

Ini Baca Juga :  Pengunjung Objek Wisata Membludak, Dinkes Lakukan Tes Antigen

Ternyata, kata Deni, Gunung Gede itu adalah Gunung Lingga yang sama pula diberi nama oleh Eyang Tadjimalela. Setelah Eyang Prabu Tadjimalela Insun Medal Insun Madangan dengan gelar Eyang Tadjimalela, beliau berkata bahwa tempat ini sekarang namanya Gunung Lingga.

“Dengan digantinya nama menjadi Gunung Lingga yang artinya bahwa Lingga itu “Pengeling ngeling Kanu Raga, Mi Eling ka Diri ka Gusti di dieu Kaula,” (Selalu ingat ke raga, selalu ingat ke maha Pencipta sekarang saya di sini) maka di sebut Gunung Gede menjadi Gunung Lingga. Jadi sampai sekarang Makam nya Eyang Prabu Tadjimalela berada di Gunung Lingga,” tutur Deni mengakhiri kisahnya.