Angka Kemiskinan di Sumedang Naik?Begini Cara BPS Mendatanya

BPS Sumedang

INISUMEDANG.COMAngka Kemiskinan di Sumedang berdasarkan data di BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2021 kemarin naik mencapai 10.71 persen.

Berdasarkan data tersebut, angka kemiskinan di Sumedang naik. Dengan kenaikan 0,45 persen dalam satu tahun, dimana pada tahun 2020 mencapai 10.26 persen.

Kordinator Fungsi Intregrasi Pengelohaan Disiminasi Statistik (IPDS) pada BPS Sumedang Mochamad Ilham menjelaskan. Bahwa angka Kemiskinan di Sumedang sesuai data di BPS yang sudah publis untuk tahun 2021 kemarin mencapai 10.71% dengan sistem pendataan secara makro yang artinya keseluruhan bukan pendataan mikro.

“Untuk tahun 2020 itu, angka Kemiskinan di Sumedang mencapai 10.26 persen, dan tahun 2021 kemarin ada kenaikan Kemiskinan di Sumedang mencapai 10.71 persen. Terjadi kenaikan Kemiskinan disebabkan salah satunya karena pendemi dan siapa yang bisa menghindarinya?,” ungkap Ilham saat diwawancarai IniSumedang.com Kamis 10 Maret 2022 di ruang kerjanya.

Ini Baca Juga :  Wabup Berharap Program Dekopinda Selaras dengan Program Pemkab Sumedang

Untuk tahun 2020, kata Ilham, angka Kemiskinan di Kabupaten Sumedang kalau dalam persentasinya 10.21 persen atau sebesar 118.380 jiwa. Dan kalau untuk tahun 2021 kalau dalam persentasenya kenaikan menjadi 10.71 persen.

Selain Pendataan Secara Makro, Kriteria Miskin Diukur Dari Kebutuhannya Baik Makanan dan Non Makanan

“Kriteria atau katagori yang disebut Miskin itu, BPS menghitung atau mengukurnya dari langkah pendekatan terhadap kebutuhannya baik makanan atau non makanan. Dan hal itu yang menjadi tolak ukur BPS dalam mengkatagorikan Kemiskinan di Kabupaten Sumedang,” jelas Ilham.

Cara penghitungan angka Kemiskinan tersebut, itu melalui survey terlebih dahulu dan nanti akan ada garis kemiskinan. Sementara, angka Kemiskinan tidak statis tapi dinamis akan terjadi naik turun soal kemiskinan.

Ini Baca Juga :  Hadapi Lonjakan Kematian Akibat Covid 19, Kecamatan Pamulihan Gelar Pelatihan Pemulasaran Jenazah

“BPS mengkatagorikan bahwa miskin itu intinya bahwa salah satu masyarakat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya baik makanan atau non makanan yang disesuaikan dengan garis kemiskinan. Hal itu standar Kemiskinan bukan lagi katagori standar kemiskinan dari Indonesia. Melainkan standar Kemiskinan katagori PBB artinya sudah mendunia,” ujar Ilham.

Memang, lanjut Ilham, BPS awalnya mengukur atau mengkatagorikan Kemiskinan itu dari rumah warga berlantaikan tanah, rumahnya panggung, tidak memiliki kendaraan, listrik pun tegangannya hanya 450 watt dan seterusnya. Namun, katagori itu sudah tidak dipakai lagi saat ini.

“Jadi, hal katagori miskin yang sebelumnya seperti itu, telah disempurnakan atau disimpulakan lagi. Katagori miskin itu masuk makanan atau non makanan yang sudah dijelaskan tadi. Intinya, si pulan bisa tidak memenuhi kebutuhan makanan dan non makanannya? dan itu ada perhitungan makanan dan non makanan,” ucap Ilham.

Ini Baca Juga :  Wilayah Darmaraja Tak Bisa Buka Lahan Sawah Baru, Ini Faktornya

Ilham mencontohkan, katagori miskin diukur dari manakan dan non makanan. Si pulan rumahnya sudah layak tapi kondisi Kepala keluarganya menganggur akhirnya berdampak kepada kebutuhan pokok sulit untuk memenuhinya maka hal itu dikatagorikan miskin, ataupun sebaliknya.

“Ada tiga kriteria untuk menurunkan angka kemiskinan. Yang pertama adalah mengurangi kantong kantong kemiskinan, yang kedua adalah meningkatkan daya beli masyarakat salah satunya dengan program PKH, penerima Bansos dll nya intinya pendistribusiannya tepat sasaran, dan yang ketiga adalah perbaiki Infrastruktur sarana dan prasarana,” tandas Ilham.