BANDUNG – Warga di RW 02 Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik, sukses olah sampah secara mandiri di rumah. Pihak RW pun turut mengungkap seperti apa cerita warga akhirnya kompak menangani sampah.
Ketua RW 02 Sukamiskin yang juga Penggerak Olah Sampah Deny Sukirman menyampaikan bila awalnya para warga mengolah sampah karena melaksanakan program Kang Pisman sejak tahun 2020.
“Bukan hanya Kang Pisman, kami juga ada Buruan Sae. Jadi ada peternakan ayam, kebun, dan ada kolam ikan lele. Prinsipnya Waste to food, integrasi dari pengolahan sampah,” ungkap Deny kepada wartawan.
Tahap pertama, Deny menyosialisasikan Kang Pisman kepada petugas sampah di RT RW, ibu-ibu PKK, dan karang taruna. Lalu, menyediakan fasilitas ember sampah dan jadwal pengangkutan sampah oleh petugas.
“Kita sediakan lima ember untuk satu rumah. Sampah yang sudah terkumpul, diangkut ke TPS. Sistem pengolahan sampah organiknya dengan Black Soldier Fly (BSF),” jelasnya.
Agar semakin semangat, lanjut Ketua RW 02 Sukamiskin itu, ada reward kepada warga yang rajin dan rutin mengolah sampah, yakni mendapatkan satu ekor ayam.
Usaha ini pun berbuah manis. Berdasarkan catatan RW 02 Sukamiskin, sebanyak 276 KK dari 368 KK sudah berhasil memilah sampah dengan baik.
Sampah organik rata-rata yang dihasilkan di wilayah tersebut sebanyak 150 kg/hari. 100 kg sampah per hari diolah dengan sistem magot dan pengomposan. Lalu 50 kg sisanya diangkut tim DLH.
Terkendala Sarana Pengolahan Sampah Residu
“Sampah anorganik 5 kilogram per hari di manfaatkan kembali. Sehingga jumlah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali sebanyak 105 kilogram per hari atau 3.150 kilogram per bulan,” papar Deny.
Namun, Deny mengakui salah satu kendala dalam mengolah sampah adalah sampah residu seperti kaca, pecahan lampu, termasuk plastik-plastik.
Sebab, menurutnya, untuk pengolahan sampah residu itu pihaknya belum memiliki sarananya seperti mesin atau apapun yang bisa mengolah sampah sampai habis.
“Ada juga dekat wilayah kami yang mengolah sampah residu itu dengan sistem pembakaran secara manual. Tapi ternyata setelah dicoba, belum tepat di lingkungan kami karena wilayahnya terlalu padat penduduk,” kata Deny.
“Khawatir nanti malah berdampak negatif pada lingkungan, padahal niat awalnya justru ingin mengolah sampah tapi malah menyembuhkan masalah lain,” ungkapnya menambahkan.
Oleh karena itu, Deny berharap bisa berkolaborasi dengan RW yang mempunyai sarana untuk mengolah sampah residu dengan lebih baik.
“Kalau semua RW bisa berporses, bertindak, membantu penanganan sampah dari mulai warga dan pengurusnya bisa mengurangi sampah, sehingga produksi sampah yang dihasilkan tidak lagi dibuang ke TPS bahkan ke TPA,” tuturnya.
“Saya yakin pasti sampah di Kota Bandung pada akhirnya akan selesai. Lingkungan lebih bersih, lebih segar, dan lebih sejuk,” ucap Deny menandaskan.