INISUMEDANG.COM – Sopian Apandi (Pupuhu Kampung Buhun) yang merupakan penggagas atau yang mengkonsep awal Tugu Mahkota Binokasih. Menilai kondisi Tugu saat ini kusam tidak terawat dan jauh dari konsep awalnya.
“Prihatin dengan kondisi sekarang, melihat tugu Binokasih yang selalu dibangga banggakan tapi tidak dirawat ‘Rumeuk’ (kusam) melihatnya juga. Sangat menyayangkan, kenapa sampai seperti itu? tugu Binokasih ketika orang datang melihatnya seperti tugu biasa saja, tidak mencerminkan tugu dengan arti atau simbol sejarah”. Ujar Sopian kepada IniSumedang.Com Sabtu, 5 Pebruari 2022.
Sopian menuturkan, pembangunan Tugu Binokasih menelan anggaran khususnya untuk Tugu mencapai Rp1,2 Milyar lalu ada perubahan menjadi Rp. 900 juta lebih. Sedangkan biaya secara keseluruhan dengan bundaran dan lain lainnnya mencapai Rp5,7 Milyar.
Pembangunan apa saja percuma, kata Sopian, kalau tidak disertakan dengan anggaran pemeliharaannya akan sia sia. Karena memang yang dibangun akan cepat rusak lebih jauhnya banyak orang pasti bilang “Sareukseuk” (tidak elok dilihat).
“Proses dulu ketika akan dibangun, tugu Mahkota Binokasih, saya sendiri sebagai penggagas pada bulan Agustus 2015 atas inisiasi untuk mempercantik Kabupaten Sumedang sebagian pintu utama masuk ke Gedung Negara, Pendopo, alun alun dan Pusat Pemerintahan Kabupaten Sumedang,” kata Sopian.
Inisiasi tersebut, lanjut Sopian, dirapatkan lalu dimasukkan kepada program, bersama bank bjb sebagai media promosi sekaligus dengan anggaranya.
Tujuan dan Filosofis Tugu Mahkota Binokasih Menyangkut Keseimbangan Harmonisasi
“Sesuai dengan maket tugu itu dihalaman ke 3, itu tugunya bukan satu, tapi tiga tugu filosofisnya Tri Tangtu Buana sebagai landasan Sunda di Sumedang sebagai tata pemerintahan, artinya Tri Tangtu Buana (Raja, Resi, dan Ratu). Kenapa mengambil filosofis Tri Tangtu Buana? Karena diatasnya menyangga Mahkota Binokasih,” ungkap Sopian.
Tujuan dan filosofis berdirinya Tugu Binokasih itu, sambung Sopian, menyangkut kepada keseimbangan harmonisasi antara masyarakat dan pemerintahan itu sendiri.
“Dalam pelaksanaannya sekarang Tugu Binokasih itu jauh dari rencana awal, air mancurnya tidak seperti itu, seperti anak bayi ngompol “saeuncret saeucret” (sedikit sedikit), yang diharapkan itu, air yang keluar seperti air terjun, jadi ketika malam itu akan kelihatan dengan ornamen lampu bahwa seolah olah Mahkota Binokasih itu melayang,” paparnya.
Jika dilihat sekarang, tambah Sopian, kondisi air mengalir biasa saja tidak ada keunikan dan nilai seninya. Sementara, konsep awal semua tertutup si penyangga Mahkota Binokasih, untuk nilai estetika.
“Dalam konsep awal, kalau malam air keluar seperti air terjun turun melalui penyangga yang dilapisi seperti kaca lalu dengan ornamen lampu. Sehingga akan terlihat Mahkota Binokasih melayang filosofis yaitu melayang melindungi Sumedang, lalu ada relief menceritakan tokoh tokoh Sumedang seperti Pangeran Kornel, Prabu Geusan Ulun dan lain lainnya,” tandasnya.