Terebang Buhun Pusaka Karuhun Adalah Seni Budaya Asli Sumedang, Berikut Penggalan Kisahnya

Seni Budaya Sumedang
Para Nayaga saat memainkan alat musik dalam Seni Terbang Buhun Pusaka Karuhun (Foto: Tangkapan layar YouTube Disparbudpora Sumedang).

INISUMEDANG.COM – Terebang Buhun Pusaka Karuhun merupakan seni budaya pertunjukan tradisional Sumedang yang dimainkan oleh 5 orang seniman. Dengan memainkan lima jenis alat musik tradisional terdiri dari terebang kecil, terebang sedang, dan terebang besar, kecrek, gendang dan gong tiup.

Fungsional Budaya Ahli Muda pada Bidang Kebudayaan di Disparbudpora Sumedang Suhadi.,S.Kom mengatakan. Berdasarkan keterangan Sulaeman (Wakil Ketua Grup Terebang Buhun Pusaka Karuhun), Terebang buhun pusaka karuhun ini merupakan warisan budaya yang turun temurun. Dan pada mulanya merupakan media untuk mengumpulkan masyarakat dalam rangka menyampaikan ajaran Agama Islam.

“Seni ini diciptakan oleh Syeh Nahdatul Kahfi dari Cirebon sekitar Abad ke-15. Gamelan terebang buhun sampai saat ini masih menggunakan gamelan asli dari jaman dahulu. Kecuali kulitnya dan pikulan yang sudah mengalami penggantian,” tutur Suhadi kepada IniSumedang.Com belum lama ini.

Seni Terebang Buhun ini, lanjut Suhadi, dulunya dipakai untuk menyebarkan agama Islam ke masyarakat yang pada saat itu didominasi oleh masyarakat beragama Hindu. Dikarenakan sulitnya pendakwah untuk memberikan pemahaman tentang agama Islam kepada masyarakat awam. Penyebarannya pun dilakukan sedikit demi sedikit melalui budaya yaitu seni Terebang Buhun.

“Pendakwah memadukan dua tradisi agama yang berbeda, Hindu dan Islam, agar penyebaran agama Islam dapat diterima oleh masyarakat. Dimulai dari tradisi bakar kemenyan, dan menyuguhkan sesajen, sama seperti yang ada di dalam ritual agama Hindu. Kemudian, memasukkan unsur Islam menggunakan seni terebang dengan melantunkan bait-bait sholawatan,” ujarnya.

Ini Baca Juga :  Sekda Sumedang: Status P3K Tidak Berlaku Seumur Hidup, Kinerja Buruk, Saya Pastikan Berhenti Jadi ASN

Lalu, kata Suhandi, dibuatkan seorang tokoh bernama Nyi Pohaci, tokoh tersebut diceritakan mulai dari lahir, kemudian ditimang, lalu dipesantrenkan. Hanya saja, istilah dipesantrenkan diganti dengan kata disekolahkan. Karena pesantren hanya ada di dalam unsur agama Islam. Dengan cara itulah para wali menyebarkan agama Islam di wilayah desa Cigintung Kecamatan Cisitu.

Sesajen Merupakan Sebuah Tradisi

“Namun, ini hanya merupakan sebuah tradisi yang diturunkan dari keturunannya terdahulu. Karena sesajen ini mempunyai arti tersendiri. Pertama, seperti didalam bahasa Sunda ada ketupat yang bernama kupat kepeul. Yang berarti jika kita mempunyai rezeki, kita harus bisa menyimpannya untuk keperluan yang benar benar diperlukan. Kedua, ketupat panjang, artinya kita harus mempunyai pemikiran yang panjang,” ungkapnya.

Masih kata Suhadi, ketiga, ketupat salamet, itu mengartikan bahwa kita meminta keselamatan pada yang maha kuasa. Keempat dan lima, Bubur merah dan bubur putih itu menyimbolkan bendera indonesia. Dan yang terakhir kemenyan, yang biasa disebut oleh orang terdahulu bahwa baunya yang wangi. Jadi yang diambil dari arti kemenyan adalah wanginya yang harum.

“Jika dilihat dari jumlah alat Terebang Buhun itu ada lima jenis. Mulai dari terbang kecil, sedang, dan besar, kecrek, gendang dan gong tiup. Kemudian sesajen ada enam jenis. Dari angka-angka tersebut menyiratkan sebuah tanda bahwa ini dibuat berdasarkan rukun Islam dan rukun iman dimana rukum Islam ada lima, sedangkan rukun iman ada enam,” ucapnya.

Ini Baca Juga :  Menikmati Keindahan Budaya Jawa Barat: 3 Destinasi Wisata yang Tidak Boleh Dilewatkan

Setelah sesajen disediakan, lanjutnya lagi, barulah para penabuh yang akrab disebut Nayaga ini memulai pertunjukkan dengan membaca do’a terlebih dahulu. Dilanjutkan dengan lagu bubuka atau lagu pembuka yaitu sholawatan yang kemudian diteruskan dengan membaca kentrung.

“Kentrung sendiri merupakan gambaran dari kisah Nyi Pohaci. setelah selesai baca kentrung, dilanjutkan dengan lagu-lagu buhun atau lagu-lagu yang sudah ada sejak dulu. Yaitu Kembang Bereum, Gayor, Kembang Gadung, Titipati, Malong, Benjang, dan yang sering terjadi kesurupan biasanya lagu Banjaran,” ungkapnya lagi.

Suhandi menuturkan, seiring dengan bunyi terebang (alat yang menyerupai rebana) dan gendang bertalu-talu, terdengar suara sang dalang yang kadang bersahutan dengan suara kor para penabuh gamelan menyanyikan syair-syair yang terdapat dalam buku kuno. Hingga terasa begitu kental suasana magis hadir di sekitar tempat pertunjukan.

Seni Budaya Sumedang Ini Membuat Para Penonton Tanpa Sadar Turun Ke Arena Tari

“Hal ini kadang membuat para penonton atau siapapun yang mendengar tanpa sadar turun ke arena tari menari dengan irama perlahan tapi bertenaga kadang berputar cepat. Bahkan ini dilakukan hingga tak sadarkan diri atau kesurupan. Untuk persoalan menari, diperlukan konsentrasi penuh supaya
tidak kemasukan atau kesurupan,” tuturnya.

Ini Baca Juga :  Menjelajahi Keajaiban Keraton Kasepuhan Cirebon: Warisan Budaya yang Tak Ternilai di Kota Cirebon

Suhadi menambahkan, seni terebang Buhun Pusaka Karuhun pada saat pentas bertutur cerita yang dibaca dari naskah kuno yang dikenal dengan judul “Nyi Kentrun”. Naskah ini bercerita tentang perjalanan hiruk piku kehidupan di pesantren
dengan popok serita romantisme hubungan santri dan santriwati sampai menikah.

“Setelah pelantunan lagu dari manuskrip Nyi Kentrun selesai maka dilanjutkan ke lagu-lagu lainnya. Seperti Kembang beurem, Gayor, Kembang Gadung, Titipati, Tunggul kawung, manurung, malong, benjang, lengek, belenderan naik ke banjaran, berenuk, waru doyong, buah kawung, ayun ambing, sampe, serenet, toronol, genjreng, rengong buyut, kalkum, badud., ini mengandung makna simbolis rukun Islam,” paparnya.

Pada saat ini, kata Suhadi, seni Terebang Buhun pada umumnya dipentaskan pada acara ruatan rumah, syukuran pernikahan atau khitanan, Nadran sembuh dari penyakit dan lain lain. Masyarakat meyakini bahwa pementasan terebang buhun merupakan wujud penghormatan pada leluhurnya sehingga seni ini bernuansa sakral.

“Maka ketika seni terebang buhun mau dipentaskan biasanya harus ada sesajen lengkap diantaranya, Puncak manik, kupat, Rurujakan, Kopi pahit kopi manis, bakakak, dewegan(Kelapa Muda), dll, dan diawali dengan pembakaran kemenyan dan pembacaan doa. Saat ini, seni pertunjukan Terebang Buhun Pusaka Karuhun asli Sumedang ini sedang berproses untuk menjadi seni asli budaya Indonesia,” ujarnya menandaskan.