INISUMEDANG.COM – Siapa yang tak kenal dengan Ubi Cilembu, makanan ciri khas Sumedang ini memang melegenda berkat rasanya yang manis dan aromanya yang harum. Bahkan, di beberapa rest area wisata atau jalan tol tak asing melihat pemandangan jajakan Ubi bakar Cilembu. Namun ternyata, Ubi Cilembu asli yang memiliki rasa manis dengan sebutan si madu, hanya di tanam di lahan seluas 50 Hektare di Desa Cilembu Kecamatan Pamulihan.
“Jadi ubi Cilembu yang asli, atau cikal bakal Ubi Cilembu hanya ditanam di Dusun Cilembu RT 01 RW 08 seluas 25 Ha, dan di Blok Citali Blok Sawah Lega atau lahan konservasi ada 25 Ha. Jadi total 50 Ha,” kata Kades Cilembu Asep Suhara saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (8/9/2022).
Meski begitu, lanjut Asep, pemerintah bersama tim akademisi Unpad dan beberapa perguruan tinggi di Jabar telah mengembangkan lahan agar ubi Cilembu bisa ditanam di lahan lain yang lebih luas dengan citarasa yang sama.
Bahkan sudah mendapatkan sertifikat Hak Informasi Geografis yakni di Kecamatan Pamulihan, Rancakalong, Tanjungsari, dan Sukasari.
“Jadi memang ubi yang asli Cilembu itu ditanam di Cilembu. Dari luas wilayah Desa Cilembu 352.5Ha, hanya 50 Ha yang benar benar tanah penghasil cikal bakal Ubi Cilembu,” ujarnya seraya menyebutkan nama Ubi Cilembu diambil dari nama desa Cilembu.
Kualitas ubi cilembu asli berbeda dengan Ubi yang ditanam di Cilembu. Rasa ubi Cilembu asli semakin lama semakin enak. Karena unsur hara tanah, air, dan cara pengolahan yang diwariskan secara turun temurun.
“Sentra Ubi Cilembu itu ada di Cilembu tahun 1994 waktu zaman Kades Daud Suhayat. Waktu itu ada tamu turunan Ningrat yang datang ke Cilembu, karena bingung tak ada makanan untuk disantap, akhirnya direbuslah Ubi Cilembu. Namun, ternyata tamu tersebut minta dibakar, akhirnya Ubi Cilembu kesohor sampai sekarang,” ujarnya.
Silsilah Nama Cilembu
Menurut Kades, nama Cilembu diambil kata Cai (Air) dan Lembu (sapi). Sebab, di Cilembu memang banyak peternak sapi potong dan perah. Bahkan jenis usaha warga Desa Cilembu mayoritas petani ubi dan peternak sapi perah dan potong. Sehingga penamaan nama Cilembu diambil dari kata Cai dan Lembu (Sapi).
“Disini Agen Ubi Cilembu ada 20 orang/bandar. Sementara kalau pedagang ada ratusan, karena setiap rumah di pinggir jalan pasti buka kios ubi Cilembu. Memaang yang menjadi kendala saat ini sulitnya sumber air, karena petani ubi harus disiram. Saat ini mengandalkan air hujan, yang punya modal bisa dengan air sumur bor,” katanya.
Kedepan, lanjut Asep, di Desa Cilembu akan dibangun kawasan saint teknologi (KST) sekarang sudah dibahas di Bapeda, melibatkan kalangan akademisi.
Sementara itu, menurut Abeng pedagang Ubi Cilembu, cerita Awal mula terkenal Ubi Cilembu itu ketika dulu, di dusunnya kedatangan tamu, bisa dikatakan tamunya jaman dulu itu Ménak atau dari golongan ningrat dari Kewadanaan. Semua sibuk dan bingung mencari suguhan makanan apa yang pantas untuk disajikan.
Secara spontan, kata Abeng, akhirnya semua sepakat untuk menyajikan makanan Ubi yang di rebus dan ubi yang dipanaskan. Alhasil, suguhan ubi tersebut dimakan lahap oleh para ningrat itu dan ketika pulangnya pun minta dibungkuskan.
“Sekarang harga Ubi matang Rp18 sampai Rp20 ribu. Mentahnya Rp10.000 sampai Rp12.000 per kg. Dikirim ke berbagai daerah ke Indonesia, bahkan ke luar negeri,” tandasnya.