Kampung Terisolir di Sumedang Ketinggalan Dunia Informasi Teknologi
Menurut Apit, dirinya sendiri memiliki 3 cucu yang berusia SD dan rumahnya dihuni oleh 3 kepala keluarga. Disaat ada tugas sekolah yang harus dikerjakan melalui bantuan google. Mereka selalu kesulitan bahkan harus berjalan kaki sejauh 50 meter untuk pergi ke daerah yang lebih atas. Bukan hanya ketinggalan masalah dunia informasi teknologi, tetapi sinyal telepon pun digunakan saat kebutuhan darurat.
“Yang paling miris ketika ada informasi atau kabar telepon dari dunia luar ke daerah kami. Misal, ada informasi keluarga yang kecelakaan di tempat kerja, atau informasi penting masalah darurat lingkungan. Kami selalu ketinggalan informasi. Kalau tidak ada yang menyusul ke sini memberi tahu, kami minim informasi. Karena jangankan sinyal HP, jaringan telepon pun tidak ada,” ujar pria ramah ini.
Menurutnya, tidak adanya sinyal HP hanya terjadi di RT 04 RW 09. Sedangkan di RT 01, 02, dan 03, ada jaringan internet meski loading (tidak stabil). Penyebab tidak adanya sinyal karena daerahnya cekungan dan diapit oleh dua bukit. Selain itu di sebelah utara terhalang Gunung Geulis.
“Siaran TV juga mulai bagus ketika ada STB. sebelumnya ya begitu buram dan suaranya keresek keresek,” akunya.
Mendekati tahun politik, jangankan informasi tahapan penyelenggara Pemilu, bacaleg dan partai yang kampanye ke daerahnya juga nyaris tidak ada. Hanya kabar dari mulut ke mulut mirip seperti informasi Pemilu tahun 1977.
“Jadi gak ada semarak Demokrasi di sini. Gak ada bendera dan kampanye juga tidak ada. Padahal disini ada 23 KK dengan jumlah hak pilih sekitar 55 orang. Kalau nyoblos digabung dengan TPS di RT 02,” ujarnya.
Dia berharap, pemerintah mencari solusi terkait daerah (kampung terisolir di Sumedang) yang darurat internet tersebut. Sebab, daerah nya ingin maju seperti daerah lainnya. Anak anak pun bisa berkembang pengetahuannya seperti anak anak pada umumnya yang serba digital. Selain internet, warga berharap akses jalan menuju kampung mereka diperbaiki dan diperlebar.