Berita  

SITH ITB Bantu Petani Kopi di Sumedang Bangun Green House Untuk Pengeringan Biji Kopi

Green House Pengeringan Kopi
SITH ITB Bantu Petani Kopi di Sumedang Bangun Green House

INISUMEDANG.COM – Upaya membantu para petani kopi dalam pengolahan biji kopi pasca panen, Kelompok Pengabdian Masyarakat Sekolah Ilmu Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat green house (GH) Herang (Hemat Energi dan Ramah Lingkungan) untuk pengeringan biji kopi kepada petani kopi di Gunung Geulis Desa Jatiroke Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang, Minggu (23/10/2022).

Ketua PPM, Dr. Ir. Yayat Hidayat MS didampingi anggota Dr. Ir. Anne Hadiane M.Si mengatakan kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan Pengabdian Masyarakat (PPM) tahun sebelumnya. PPM yang berjudul “Optimasi Waktu Pengeringan Buah Kopi di dalam Green House Herang untuk Menghasilkan Jenis Produk Kopi yang Bermutu Tinggi diikuti komunitas petani kopi Gunung Geulis yang diketuai oleh Saepudin.

“Pengeringan buah kopi merupakan salah satu proses pasca panen penting yang sangat memengaruhi kualitas cita rasa. Proses pengeringan buah kopi yang kurang baik akan menurunkan kualitas hagra jual di pasaran. Masalah yang sering ditemukan ketika proses pengeringan yang buruk antara lain terjadinya cash hardening. Yaitu suatu kondisi buah/biji kopi sangat kering di bagian permukaan tetapi bagian dalamnya masih lembab”. Ujarnya seusai melakukan pengujian fasilitas pengering kopi yang diberinama GH Herang singkatan dari Green House Hemat Energi dan Ramah Lingkungan, Minggu (23/10/2022).

Gejala Cash Harderning Pada Proses Pengeringan Kopi Sebelum Adanya Green House

Kondisi ini, lanjut Yayat, menyebabkan kadar air di dalam biji terjebak tidak bisa menguap karena lapisan permukaan biji sudah mengeras. Kondisi inipun akan memegaruhi cita rasa ketika biji kopi diolah lebih lanjut (proses roasting). Proses pengeringan biji kopi yang tiba-tiba pada suhu sangat tinggi akan mendorong terjadinya cash hardening.

Sarana penjemuran buah kopi yang banyak digunakan oleh petani kopi bermodal minim adalah penjemuran di bawah terik matahari di atas alas terpal plastik. Cara ini lebih murah dari segi biaya namun sering menimbulkan masalah. Antara lain gejala cash harderning, kekeringan yang tidak sempurna, timbul cendawan/jamur pada buah kopi dan kendala teknis kalau musim hujan sulit melakukan penjemuran.

Ini Baca Juga :  Selamatkan Aset Senilai 6 Milyar, 8 Jaksa Kejari Sumedang Diberi Piagam Penghargaan

“Sarana penjemuran lain adalah bangunan (rumah) pengering kopi yang menggunakan atap plastik UV berwarna bening atau putih susu, yang dikenal dengan sebutan Green House (GH). GH ini ada yang menggunakan rangka bambu atau baja ringan,” paparnya.

Menurut Yayat, masalah yang sering dihadapi pada proses pengering dalam ruangan GH plastik UV adalah perbedaan suhu maksimum dan suhu minimum yang sangat signifikan. Pada siang hari suhunya terlalu tinggi dan pada malam hari terlalu rendah. Demikian juga aspek kelembaban dalam ruangan berbeda secara signifikan. Pada siang hari suhu ruangan tinggi dan kelembaban rendah memaksa air dari dalam buah/biji kopi keluar dan berkumpul dalam ruangan bangunan pengering.

Uap air yang terhimpun dalam ruangan GH plastik UV pada malam harinya akan mengalami proses pengembunan. Uap air tersebut dapat masuk kembali ke dalam buah/biji kopi sehingga proses pengeringan (penurunan kadar air) menjadi terhambat.

Teknik Atasi Pengembunan Uap Air

Lebih lanjut Yayat menjelaskan salah satu teknik untuk mengatasi masalah pengembunan uap air yang sering terjadi dalam ruang GH plastik. Pada prinsipnya adalah mengkondisikan suhu kelembaban ruangan yang relatif konstan serta membuat sirkulasi udara yang dalam GH. Kelebihan panas dalam ruangan GH harus diturunkan dengan mengalirkan udara panas dalam ruang GH ke luar ruangan (ke atmofir).

“Proses ini akan menghindari terjadinya efek cash harderning dalam proses pengeringan buah/biji kopi. Demikian pula uap air yang keluar dari buah/biji kopi jangan dibiarkan terjebak dalam ruangan GH tetapi harus dialirkan ke luar raungan. Supaya tidak terjadi proses pengembunan dan menghindari proses reimbibisi (air masuk lagi ke dalam buah/biji kopi),” ungkapnya.

Ini Baca Juga :  Kanjuruhan Berduka, Polisi dan Bobotoh di Kabupaten Bandung Gelar Salat Gaib

Yayat menegaskan bahwa untuk mengatur sirkulai udara panas dan uap air dalam ruangan GH tersebut perlu dipasang alat pengatur (regulator) yaitu menggunakan turbin ventilator. Turbin ventilator di pasang di atas atap plastik UV, berputar dengan memanfaakan gerakan angin dan perbedaan tekanan udara di dalam ruangan GH dan di luar ruangan, dengan kata lain tidak mengguakan daya listrik.

Sementara itu, Dr. Ir Anne menambahkan bahwa upaya optimalisasi serapan panas (kalor) dari sinar matahari dilakukan dengan cara memasukan cahaya ke dalam ruangan GH menggunakan plastik UV 14% ketebalan 170 mikron. Plastik UV ini mampu menjebak panas (kalor) dan memantulkan kembali ke lantai ruang GH secara berulang. Sehingga terjadi efek rumah kaca yang dapat meningkatkan suhu ruangan GH.

Lantai diplester dan rangka bangunan dicat berwarna hitam agar penyerapan kalor lebih maksimal. Bahan rangka bangunan GH menghindari peggunaan materi logam. Bahan bangunan GH dipilih dari bahan rendah Carbon yang ramah lingkungan dan murah. Serta mudah didapat di lingkungan sekitar hutan atau perkampungan yang jauh dari kota.

Alasan Diberi Nama GH Herang

Saat ditanya mengapa diberi nama GH Herang. Anne menjelaskan bahwa dikatakan hemat karena GH herang ini dibangun dari barang yang murah dan mudah didapat di pedesaan, operasionalnya tidak menggunakan sumberdaya listrik sehingga biaya operasional hampir nol rupiah. Dikatakan ramah lingkungan karena hampir sebagian besar bangunan GH herang menggunakan bahan bambu yang dapat didaur ulang.

“Biaya pembangunan satu unit GH Herang berukuran 4 m x 6 m tinggi 2,5-3 m lebih kurang Rp11.000.000,- (sebelas juta rupiah). Oleh karena itu bangunan GH Herang sangat cocok untuk dikembangkan di para petani kopi yang memiliki keterbatasan modal usaha,” pungkasnya.

Ini Baca Juga :  Emak-emak di Ujungjaya Sumedang Kecewa Jokowi Batal Berkunjung, Tapi Gembira Jalan Mendadak Bagus

Hasil Penelitian GH Herang

Hasil penelitian, GH Herang ini memiliki karakter suhu antara 25oC hingga 43,5oC, kelembaban 49% hingga 92%, dan intensitas cahaya 3.630 lux hingga 45.000 lux. Di dalam GH Herang dibuat rak penjemur kopi subanyak 3 tingkat. Dengan ukuran rak lebar 90 cm Panjang 3 m sebanyak 6 unit dengan kapasitas 5 kwintal biji kopi. Hasil uji coba pengeringan diperoleh standar waktu proses pengeringan untuk mencapai kadar air 12%. Yaitu selama 1 minggu untuk tipe kopi full wash dan honey, serta 2 minggu untuk tipe kopi natural dan wine.

Dalam akhir penjelasannya Yayat mengucapkan terima kasih kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat ITB. Serta Dekan Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati yang telah berkontribusi kepada pelaksanaan PPM ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Petani kopi Gunung Geulis yang telah ikut serta dalam kegiatan PPM ini. Dan berharap GH Herang ni membantu kesulitan petani kopi Gunung Geulis pada saat proses pengeringan buah kopi.

Pada kesempatan tersebut Saepudin sebagai Ketua Komunitas Petani Kopi Gunung Geulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada SITH ITB. Khususnya tim PPM yang diketuai oleh Dr. Yayat Hidayat, yang telah banyak melakukan pembinaan kepada masyarakat petani kopi Gunung Geulis. Mulai dari nol hingga paham pengolahan kopi.

Turut juga berbicara perwakian dari petani kopi, Cucu Suherman. Sebagai petani kopi yang mengaku sangat berterima kasih telah banyak dibantu oleh SITH ITB. Khususnya tim PPM yang diketuai oleh Dr. Yayat Hidayat.

“Kami merasa sangat terbantu dari mulai peningkatan pengetahuan budidaya dan pengolahan kopi dan sarana penjemuran kopi GH herang ini,” ujarnya.

Seperti diketahui, Kegiatan PPM ini diketuai oleh Dr. Ir. Yayat Hidayat MS, anggota Dr. Ir. Anne Hadiane MSI, serta diikti oleh seorang mahasiswa MBKM dari FTIP UNPAD, Neni Cahyati.