Setelah Dilanda Pandemi, Tiga Masalah Ini Menyelimuti Ekonomi Indonesia

Masalah Ekonomi Indonesia
Rektor Ikopin University, Dr H Burhanudin Abdulllah

INISUMEDANG.COM – Pasca dilanda pandemi Covid 19 dan menurunnya pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Kini Indonesia dihadapkan pada kenyataan banyaknya puing-puing kehancuran masalah ekonomi.

Sebagai contoh, secara kasat mata banyak mall yang tutup, toko-toko yang tidak membuka usahanya, dan perusahaan-perusahaan yang bangkrut.

Tak hanya itu, banyak juga orang yang menganggur dan kehilangan mata pencahariannya. Belum lagi puing yang tidak kasat mata adalah inflasi yang mengancam dan inflasi Global yang kita akan hadapi.

Kemudian, yang ketiga adalah sesuatu yang juga tidak kita tahu dan tidak kita lihat secara umum. Bahwa pernah pemerintah dalam hal ini OJK memberikan kebijakan untuk melakukan restrukturisasi kredit selama pandemi. Ini menyebabkan terjadinya kredit macet di beberapa sektor perbankan dan perusahaan modal.

“Dan ini sangat ditunggu oleh para pengusaha sekarang mau kemana langkah OJK. Apakah diperpanjang atau diperpanjang secara sektoral atau bagaimana. Karena kalau tidak ini akan muncul batu-batu sandungan jumlah kredit macet akan meningkat,” ujar pakar Koperasi Indonesia, Dr Ir. H Burhanuddin Abdulah kepada wartawan, Minggu (18/9).

Ini Baca Juga :  bank bjb Manjakan Nasabah dengan Konser Westlife The Wild Dreams Tour 2022

Tak hanya dari dalam negeri, menurutnya perekonomian Indonesia muncul dari luar negeri.

Menurut mantan Gubernur Bank Indonesia ini, persoalan perang antara Rusia dan Ukraina ini menumbuhkan sesuatu yang tidak diharapkan yaitu krisis energi dan krisis pangan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Rusia penghasilan Migas terbesar, begitu pun Ukraina penghasil Gandum dan pangan terbesar.

Dualistik Ekonomi Jadi Masalah Perekomian Indonesia

“Nah bagaimana koperasi menghadapi masalah ini, kalau kita lihat perekonomian kita selama sekian puluh tahun ini sampai sekarang ada tanda yang kita bisa catat. Pertama adalah perekonomian kita itu tetap dualistik mereka yang berorientasi ekspor orientasi internasional dan mereka yang padat modal. Yang padat pengetahuan jumlahnya sedikit dan mereka yang padat karya kumuh atau pola tradisional jumlahnya sangat banyak. Dualistik ekonomi yang terus berlanjut sejak zaman penjajahan sampai sekarang untuk menghubungkan yang dua ini tidak bisa kita harus berpikir sesuatu yang baru kita harus merancang cerita baru tentang perekonomian Indonesia,” ujarnya.

Ini Baca Juga :  2 Pemain Bandung bjb Tandamata Raih Penghargaan di Ajang AVC Challenge Cup 2023

Menurut Burhanudin, data pemerintahan saat ini ada 5.600 perusahaan besar. Jika 5.600 perusahaan besar ini kalau satu perusahaan ada 20 orang pengurusnya ditambah karyawan katakan menjadi 100.000 orang per perusahaan, maka jika dikalikan berjumlah 6000 triliun, dan ini menguasai 37% dari perekonomian Indonesia.

“Artinya, jika 37% itu akan ada 65 juta usaha mikro, dan 605 juta perusahaan mikro yang juga menguasai sekitar 37%. Kita harus buat cerita baru tentang perekonomian Indonesia jangan share holder pemegang saham yang diutamakan, tetapi stakeholder dia itu pemegang saham dia juga adalah karyawan dia juga dalam masyarakat lingkungan dan juga environment bisnis secara keseluruhan. Kalau itu yang dilakukan dari share holder capitalism menjadi stakeholder capitalism kemerataan di dalam perekonomian Indonesia akan terlaksana,” ujarnya.

Ini Baca Juga :  Bupati Terima Kunjungan Direktur BPR Nusamba

“Saya kira dengan aturan dari Kementerian Koperasi bahwa nanti dibolehkan untuk membuka dan membangun koperasi multi pihak. Bukan hanya anggota dan pengurus tetapi juga anggota itu terdiri dari para supplier dan para pembeli. Jika semua masuk menjadi anggota Koperasi akan ada berapa perputaran uang,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Burhanudin, dengan koperasi insya allah akan menyelamatkan perekonomian Indonesia yang sedang terpuruk gegara pandemi dan pengaruh perang Rusia dan Ukraina.