SUMEDANG, 15 Januari 2025- Selama tahapan Pemilihan Kepala daerah Serentak Tahun 2024 di Kabupaten Sumedang, Bawaslu Sumedang sedikitnya menerima 18 laporan dugaan pelanggaran Pemilu, baik pelanggaran administrasi maupun kode etik.
Pelanggaran pemilu itu, terkait netralitas ASN dan Kepala Desa yang tidak netral dan adanya penyalahgunaan wewenang oleh salah satu tim pemenangan paslon.
“Pelanggaranya ada yang administrasi di awal-awal karena memang ada laporan terkait tidak netralnya PNS, kepala desa dan aparatur. Namun, karena KPU belum menetapkan pasangan calon pada waktu itu, sehingga hanya bentuk teguran dari Bawaslu dan melaporkan kepada Pj Bupati Sumedang dan dinas terkait,” ujar Ketua Bawaslu Sumedang, Ade Andrianta usai acara Rapat Koordinasi Penanganan Sengketa Pemilihan Serentak Tahun 2024 di Hotel Skyland City Jatinangor, Rabu (15/1/2025).
Meski demikian, lanjut Ade, pelanggaran itu tidak serta merta menggugurkan hasil Pilkada dan tidak mengganggu tahapan Pilkada. Sebab, KPU sendiri melalui surat penetapan dari MK tidak ada gugatan sengketa Pilkada, dan KPU sudah mengumumkan Paslon Terpilih hasil Pemilihan kepala daerah serentak.
Artinya, lanjut Ade, laporan pelanggaran yang diterima Bawaslu hanya sebatas pelanggaran administrasi dan kode etik. Untuk pelanggaran kode etik, diserahkan kepada dinas atau instansi yang berwenang, semisal kepala desa disampaikan teguran kepada Dinas Pemberdayaan masyarakat desa, dan ASN diserahkan kepada Pj Bupati atau kepala dinas.
Ade juga mengapresiasi seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam kelancaran tahapan Pilkada di Kabupaten Sumedang seperti penyelenggara Pemilu dan aparat TNI Polri serta Pemda Sumedang.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh stakeholder, mulai dari pemerintah tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan, hingga RT/RW yang telah membantu menyukseskan Pilkada. Alhamdulilah tingkat partisipasi masyarakat cukup tinggi, mencapai posisi keempat tertinggi di Jawa Barat,” ujarnya.
Namun, Ade menyoroti penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya.
“Saat Pemilu, tingkat partisipasi mencapai 84%, tetapi pada Pilkada turun menjadi 74%. Ini perlu menjadi bahan evaluasi bersama, baik bagi Komisi II DPR RI, Bawaslu, maupun KPU sebagai penyelenggara,” tutup Ade.