INISUMEDANG.COM – Sejarah Senapan angin atau bedil Cipacing memang cukup melegenda di tataran Sumedang Jawa Barat. Sepanjang kisahnya, tak lepas dari kiprah Rd. Natadimadja sebagai pencetusnya. Konon, pembuatan bedil ini sebagai pertahanan masyarakat dari serangan pemberontakan Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia (DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (S.M. Kartosuwiryo).
Kerajinan ini bermula pada sekitar tahun 1854 dari sebuah bengkel pandai besi pembuat golok dan bebagai alat–alat pertanian Raden Natadimadja (generasi ke-1). Kala itu di Cikeruh adalah kawasan perkebunan teh milik orang Belanda dan seringkali orang-orang asing itu berburu di daerah sana, suatu ketika senapan yang dipakainya itu mengalami kerusakan, orang Belanda itu kebetulan saat itu melewati bengkel pandai milik R Natadimadja dan dia menyuruh untuk memperbaiki senapannya itu.
Karena saat itu warga pribumi merasa takut dengan orang Belanda, maka iapun menuruti perintah itu, padahal pada saat itu dia sama sekali belum memiliki pengetahuan tentang senjata, tetapi berkat keuletannya senapan itu pun bisa diperbaikinya. Dari situlah dia mulai sering menerima perbaikan senapan api milik orang Belanda.
Keahlian ini pun diturunkan kepada anaknya Rd Sumadimadja, sekitar tahun 1894 (generasi ke-2) mulai terjun dalam industri ini. Setelah berjalan beberapa lama ada seorang Belanda yang melihat potensinya yang cukup terampil dalam menangani senjata.
Akhirnya oleh pemerintahan kolonial Rd. Sumadimadja dikirim untuk belajar di bidang manufaktur senjata api di negara Belanda. Setelah pulang ke tanah air dia dipercaya oleh pemerintah kolonial Belanda untuk memproduksi senjata api pasukan keamanan mereka.
Sebagai Pengrajin Senapan Angin Generasi Ke-3 Dan Jiwa Nasionalis Yang Tinggi Rd Pipik Sumadimadja Mendapat Gelar Kehormatan
Keahlian ini pun diturun lagi kepada anaknya Rd Pipik Sumadimadja (generasi ke-3), beliau terjun di industri ini sekitar tahun 1939. Selama perang kemerdekaan dan revolusi karena rasa Nasionalisnya yang tinggi, industri senjata mereka membantu mempersenjatai pejuang kemerdekaan Indonesia pada waktu itu. Yang akhirnya diketahui pihak Belanda, sehingga kediaman beliau pernah di bombardier (kejadiannya hampir berbarengan dengan kejadian Bandung Lautan Api ).
Beliau sekeluarga mengungsi ke beberapa tempat bersama pasukan pejuang hingga ke Manonjaya Tasikmalaya. Selang beberapa tahun ikut bergriliya bersama pejuang kemerdekaan akhirnya pulang kembali ke kampung halaman dengan keadaan tempat tinggal yang hancur lebur. Karena perjuangannya itu Rd Pipik Sumadimadja mendapat gelar kehormatan Veteran dan direkrut oleh PSM (sekarang PINDAD) di bagian perencanaan.
Karena perubahan kebijakan Perusahaan ketika itu seluruh kayawannya di militerisasi, beliau memutuskan mengundurkan diri dikarenakan mengidap penyakit paru–paru.
Sejak saat itulah dengan keahlian yang dimiliki beliau mulai melanjutkan usahanya lagi di rumah/kampungnya sendiri (sekitar tahun 1955). Namun sejak 1963, pemerintah Indonesia menghapus izin untuk memproduksi dan memperbaiki senjata api, dari titik inilah produksi bergeser untuk memproduksi senapan angin.
Pengetahuan membuat senapan angin yang disebarluaskan oleh lelaki yang telah uzur ini. Keringat hasil jerih payahnya ternyata membuat ngiler penduduk lain di Desa Cikeruh. Hasilnya, antara tahun 1964 sampai 1967 jumlah pengrajin bertambah menjadi 12 orang. Kemudian, dari tahun 1968 sampai 1970 pengrajin di Cikeruh menjadi 23 orang dan di Cipacing mencapai sembilan orang.
Tahun 1981-1992 Menjadi Puncak Menjamurnya Industri Senapan Angin Cipacing
Seiring perkembangan zaman, pengetahuan membuat senapan angin pun menyebar luas sampai sekarang. Berdasarkan catatan Koperasi Industri Kerajinan Senapan Angin Bina Karya, sampai tahun 1979, jumlah pengrajin senapan angin mencapai 200 orang. Persebarannya juga meluas. Desa-desa lain di Jatinangor, seperti area Desa Sayang, Hegarmanah, Jatiroke, dan Jatimukti. Artinya, sejak dirintis sampai tahun 1979, jumlah pengrajin senapan angin meningkat.
Puncak menjamurnya industri senapan di Cipacing terjadi antara tahun 1981 sampai 1992. Jumlahnya mencapai 300 pengrajin dan 20 pedagang.
Kenaikan ini menurut Idih Suhaidi, Ketua Koperasi Industri Kerajinan Senapan Angin Bina Karya diakibatkan adanya alih profesi yang dilakukan para buruh. Setelah desa Cikeruh masuk dalam kecamatan Jatinangor, banyak buruh kemudian berganti profesi menjadi pengrajin senjata. Bagi mereka, pekerjaan ini ternyata lebih menggiurkan dibandingkan pergi merantau ke luar kota kala itu.
R Ade Supriatna sebagai Regenerasi Tradisi Pembuatan Senapan Angin, Yang Mendirikan Perusahaan PD. Pipik Putra
Sekitar tahun 1977 regenerasi tradisi pembuatan senapan angin ini pun diturunkan lagi kepada anaknya R Ade Supriatna (generasi ke-4). Beliau saat itu mulai belajar dan terjun langsung di bengkel untuk menggali ilmu tentang pembuatan senapan angin. Pada tahun 1981 beliau dengan bekal pengetahuan yang ia miliki, beliau memberanikan diri untuk mandiri dengan membentuk perusahaannya sendiri yang terpisah dari sang ayah R Pipik Sumadimadja dengan nama perusahaan PD PIPIK PUTRA.
Dengan beragam dinamika negara ini mampu dihadapi perusahaan hingga bisa bertahan sampai saat ini. Kegiatan pembuatan senapan di Cikeruh ini bisa dibilang sudah menjadi tradisi warga Cikeruh dan sekitarnya. Karena tradisi adalah (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.
Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Seperti diketahui, kerajinan di Indonesia dibuat dengan gaya dan dari berbagai bahan. Secara umum, masyarakat di Indonesia memiliki bakat artistik dan mengekspresikan diri melalui berbagai bahan. Salah satunya ada di daerah Desa Cikeruh Kecamatan Jatinangor Sumedang yang berkreasi dengan bahan dasar media logam dan kayu yang dikreasikan oleh tangan kreatif mereka menjadi aneka jenis senapan angin.