Riwayat Sasaka Pusaka 17 Rancakalong Sumedang, “Tibanan” Dari Mataram di Abad-18

Seni Tarawangsa/Poto Dokumentasi pribadi/Internet

INISUMEDANG.COM – Dalam buku Babon yaitu buku sejarah Rancakalong Sumedang, diantaranya ditulis tentang riwayat perjalanan para utusan atau pahlawan pangan Rancakalong pembawa benih padi dari Mataram disekitar abad ke-18.

“Ketika ke-4 utusan tiba di Rancakalong, maka waktu itu mucul Sasaka Pusaka 17, yaitu seni adat budaya Rancakalong Tibanan dari Mataram,” tutur tokoh Rancakalong Undang Nuryadin, Minggu kemarin (6/3/2022).

Dijelaskan, Tibanan itu artinya pamere (bahasa Sunda), Sehingga Sasaka Pusaka Rancakalong 17 merupakan seni adat budaya pemberian Mataram, karena benih padi yang ada di Rancakalong, hasil pemberian raja Mataram yang tertulis dalam buku sejarah Babon.

Ini Baca Juga :  Pasirtalang Rancakalong, Sejarah Warisan Penjajah Simbol Keberkahan

Sementara kata sasaka artinya asal mula. Dan sasaka pusaka 17 merupakan budaya yang sampai saat ini menjadi adat tradisi budaya masyarakat Rancakalong.

“Seperti acara adat Ngalaksa. Artinya ngalaksanakeun kahayang, atau melaksanakan keinginan para utusan yang telah berhasil membawa benih padi dari Mataram hingga sampai ke Rancakalong, “tuturnya.

Tarawangsa, lanjutnya, merupakan gelaran musik khas Rancakalong yang dikenal Jentreng, yaitu alat musik jenis rebab. Beuluk, adalah tembang karawitan Sunda kuno. Rengkong merupakan tarian saat membawa ikatan padi hasil panen.

“Sedangkan Sasaka Pusaka 17, merupakan kesenian musik Koromong, atau orang Jawa menyebutnya Gambang Kromong. Yaitu jenis musik Gamelan dengan menggunakan Gendang, “jelasnya.

Ini Baca Juga :  Keterangan Tersangka Berubah-ubah, Polisi Terus Dalami Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Sumedang

Sasaka Pusaka 17 Merupakan Budaya Adat Trsadisi Masyarakat Rancakalong dan Asal-Usul Nama Sabagi

Masih menurut Undang, dalam buku Banbon juga diceritakan ke-4 pahlawan pangan pembawa benih padi itu tiba di Rancakalong.

“Di suatu tempat, benih padi itu dibagikan ke-3 tempat. Citali, Cibitung dan Rancakalong. Tempat pembagian benih padi tersebut sampai sekarang di sebut Dusun Sabagi, “katanya.

Setelah benih padi itu dibagikan ke-3 tempat tersebut, maka masyarakat Rancakalong menggelar syukuran dengan kesenian Tarawangsa yang artinya tara adalah dua dan wangsa itu sembilan.

Angka tersebut digambarkan dalam alat musik Kecapi yang menggunakan 7 kawat (senar). Sedangkan Jentreng (rebab) menggunakan 2 kawat.

Ini Baca Juga :  Legenda Gunung Tampomas Sumedang yang Berawal dari Keris Emas

“Angka 7 jumlah kawat Kecapi, ditambah angka 2 kawat Jentreng ditotal menjadi 9. Jumlah Angka tersebut merupakan patokan kepada Wali Songo sebagai penyebar agama Islam,”tuturnya.

Dikatakan, kebenaran dalam buku Babon sejarah Rancakalong, dibuktikan dengan adanya Makam Patilasan (Makom) ke-4 pahlawan pangan di beberapa wilayah.

“Seperti Embah Jati Kusumah, di makamkan di Kasomalang Tanjungsiang Kabupaten Subang, yang di sebut kuburan Jati. Embah Raksa Gama, dimakamkan di Cijere dekat rumah adat Desa Nagarawangi Rancakalong, “sebutnya.

Sementara Embah Wisa Nagara, lanjut dia, dimakamkan di Cinapeul Desa Pamekaran Rancakalong. Embah Wira Suta, makamnya berada ditengah pemukiman desa Rancakalong Kecamatan Rancakalong.