INISUMEDANG.COM – Masjid Raya Ciromed Tanjungsari Sumedang, Nama Ciromed Desa Kutamandiri Kecamatan Tanjungsari memang dulu dikenal sebagai tempat lokalisasi ilegal atau warung remang-remang. Daerah ini tempat berkumpulnya para lelaki hidung belang untuk mencari kepuasan nafsu syahwat semata dengan wanita kupu kupu malam.
Mirip seperti di lokalisasi dolly di Jogja atau Saritem di Bandung, tempat ini memang menjadi surga para lelaki yang haus syahwat.
Menurut keterangan warga sekitar, Iwan Kurniawan pada era 1996 sampai 2000 an tempat ini memang menjadi primadona lelaki dewasa. Di tempat tempat warung kopi dan gorengan itulah para wanita menjajakan diri.
“Kebanyakan wanita yang menjajakan di sini memang orang luar seperti Majalengka, Indramayu dan Kabupaten Bandung. Sebagian kecil warga sini mah karena mungkin malu,” ujarnya.
Namun, diwaktu pemerintahan Bupati Sumedang H. Misbach tempat ini berubah drastis menjadi kawasan religi seiring visi misi Bupati Sumedang waktu itu menciptakan lingkungan Agamis. Dibantu pengusaha sukses yang juga tokoh agama islam di Jabar, H. Ma’soem, akhirnya di tempat ini didirikan masjid raya Ciromed yang orang sering menyebutnya Mercy.
Menurut Iwan, dulu di daerah ini sendiri belum ada mesjid, dulunya adalah kawasan remang-remang. Di sini, terdapat lokalisasi ilegal, tempat para lelaki hidung belang melepas syahwat. Bahkan, lokasi yang sekarang berdiri mesjid, adalah pusat dari geliat kehidupan malam di Ciromed. Tapi kemudian, ada seorang pengusaha SPBU bernama Haji Ma’soem yang membeli lahan tersebut.
Oleh Haji Ma’soem, kawasan hitam tersebut disulap. Ia kemudian membangun mesjid besar yang sekarang dikenal dengan Mesjid Raya Ciromed. Tak ada lagi cap ‘miring’ pada Ciromed. Tak ada lagi, bangunan-bangunan tempat si hidung belang melepas syahwat. Kini, sudah berganti mesjid, tempat sholawat dikumandangkan. Tempat umat Islam bersujud tunaikan solat.
Tempat Lokalisasi Disulap Menjadi Masjid Raya Ciromed
Menurut informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, Masjid Raya Ciromed (Merci) berada di Desa Kutamandiri Kecamatan Tanjungsari. Berdiri di atas tanah seluas 4000 meter persegi, yang diantaranya (1400 m2) merupakan wakaf dari H. Ma’soem dan selebihnya hasil pembelian Pemda Sumedang. Letaknya di sebelah barat jalan raya yang menghubungkan kota Bandung dengan kota Sumedang. Posisinya tepat di belakang SPBU Al Ma’soem Tanjungsari.
Latar belakang berdirinya Merci ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi wilayah Ciromed waktu itu sebagai tempat berbuat asusila. Untuk menghilangkan stigma tersebut warga Ciromed memiliki keinginan untuk mengubahnya menjadi lebih agamis. Keinginan ini didukung oleh pemerintah Kabupaten Sumedang. Dan akhirnya dibangunlah Masjid Raya Ciromed yang dibiayai oleh APBD Sumedang dan para donatur.
Dengan menghabiskan biaya sekitar Rp1,5 milyar Masjid Raya Ciromed dibangun sekitar tahun 2001. Pada tanggal 26 April 2002 diresmikan langsung oleh Bupati Sumedang, Bapak Drs. H. Misbach. Untuk mengoptimalkan fungsinya, dijalinlan kerja sama antara Departemen Agama Sumedang, Pemerintah Daerah Sumedang dan LPM IAIN Sunan Gunung Djati Bandung menjadi Dewan Yayasan Masjid.
Menurut Humas Yayasan Al Ma’soem Bandung, Asep Abdul Halim, meski sekarang pengelolaan masjid diserahkan kepada warga sekitar dan pengurus DKM, namun tidak terlepas dari pantauan keluarga Al Ma’soem. Yang jelas, kata Asep, Al Ma’soem berpesan agar mesjid itu dimanfaatkan sebagai mana mestinya dan tetap menjadi tempat ukwah islamiyah bagi siapapun.
“Intinya kami mempersilakan siapa saja yang ingin menggunakan, memakai untuk ibadah, menebar kebaikan dan menjadi pusat penyebaran agama islam. Mudah-mudahan dengan adanya mesjid ini tidak putus kebaikan baik bagi keluarga mendiang H. Ma’soem maupun keluarganya,” tandasnya.