Menelisik Ritual ‘Mapag Sri’ Warisan Budaya Leluhur Warga Desa Jembarwangi Sumedang

Mapag Dewi Sri
Kepala Desa Jembarwangi Kecamatan Tomo Kabupaten Sumedang, Fitri Ani Dewi (Foto: Dadi Supriadi).

INISUMEDANG.COM – Dusun Cirendang Desa Jembarwangi Kecamatan Tomo Sumedang setiap tahunnya melakukan ritual “Mapag Dewi Sri” (Menyambut Dewi Sri/Dewi Padi). Warisan leluhur yang hingga kini terus dilakukan secara turun temurun.

Kepala Desa Jembar Wangi Fitriani Dewi menjelaskan di wilayahnya selalu menggelar acara adat tradisi ritual dalam gelaran Mapag Dewi Sri yang dilakukan ketika padi sudah mulai merekah “Beukah”.

“Di dusun Cirendang ini, setiap tahunnya digelar ritual adat tradisi sejak mulai akan menanam padi hingga panen raya. Dan sampai 4 kali kegiatan ritual adat tradisi dalam satu tahun satu kali penanaman, karena sistem pertaniannya tadah hujan”. Ujar Fitri kepada wartawan beberapa waktu lalu di ruang Bidang Kebudayaan Disbudparpora Sumedang.

Ini Baca Juga :  PKS Optimis Duet Anies Baswedan dan Cak Imin Akan Mendongkrak Suara Pileg di Sumedang

Adapun tahapan kegiatan ritual adat tradisi itu, kata Fitri, yaitu Babarit (persiapan tanam padi) kata Rit yaitu sing irit atau sing hemat, Ritual Penitipan (melakukan doa bersama), Mapak Sri Pohaci atau Dewi Sri dan yang terakhir Nampi Paré (Menerima Padi) lalu ditutup dengan ritual hajatan ‘Ngaruat’ dengan gelaran wayang kulit.

Ritual Babarit dilakukan ketika akan mulai penggarapan. Warga membuat nasi kuning (Tumpeng) dan perlengkapan yang lainnya, lalu berkumpul di tempat yang sudah di sepakati. Setelah itu, melakukan doa bersama dan bertawasul, nasi kuning tersebut dimakan bersama kadang saling bertukar dengan yang lainnya,” ujar Fitri.

Ini Baca Juga :  Rekomendasi Penginapan Nyaman dengan Nuansa Alam Indah di Sumedang

Pada ritual kedua, lanjut Fitri, yaitu gelaran menitipkan dengan melakukan doa bersama kembali ketika padi ataupun palawija sudah tertanam. Dengan tujuan agar dijauhkan dari segala penyakit tanaman serta jauh dari hama.

Sedangkan ritual yang ketiga, merupakan ritual Mapag Dewi Sri yang dilakukan ketika kondisi padi sudah mulai “Beukah”. Lalu diadakan gelaran adat tradisi kembali dengan berbagai kegiatan.

“Untuk yang ke empatnya ritual Nampi Pare (Padi) yang hasil panen. Setelah itu baru digelar kembali ritual Ruwatan dengan pagelaran wayang kulit, dan nanti pada tanggal 30 Januari 2023 akan digelar ritual Mapag Dewi Sri,” kata Fitri mengakhiri.