Menelisik Cara Bertani dan Menangkal Hama Leluhur Sumedang di Abad ke-17 dalam Kitab Tatanen

Naskah Kitab Tatanen
Kitab Tatanen salah satu kitab kuno peninggalan leluhur Sumedang yang berhasil diterjemahkan Disparbudpora Sumedang

INISUMEDANG.COM – Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Sumedang, berhasil menerjemahkan naskah kuno dalam Kitab Tatanen abad ke-17 hingga ke-19 yang beraksara Cacarakan dan Pégon.

Kepala Bidang Kebudayaan pada Disparbudpora Kabupaten Sumedang Mochamad Budi Akbar menjelaskan. Kitab Tatanen yang beraksara Cacarakan dan Pégon tersebut merupakan aksara arab yang dipakai merekam bahasa Sunda.

“Naskah kitab Tatanen ini, menyimpan pengetahuan yang sangat penting. Berkaitan dengan prosesi menanam padi dari mulai membuka lahan, menanam induk padi, merawat padi sampai mengolah padi, disajikan untuk dimakan,” jelas Budi saat diwawancarai IniSumedang.com Senin 7 Maret 2022.

Ini Baca Juga :  Kisah Ringkas Ratu Cukang Gedeng Waru Salah Satu Istri Raja Sumedang

Pada Kitab Tatanen ini, sambung Budi. Sang penulis menerapkan pengetahuan tentang ilmu astronomi berupa palintangan hitungan waktu berdasarkan kalender Candra Sangkala.

“Kalender tersebut merupakan perhitungan waktu berdasarkan perhitungan bulan. Yakni yang kita kenal sebagai nama bulan Islam nama nama bulan pada tradisi Islam. Prosesi penanaman padi tersebut, disesuaikan dengan kondisi iklim yang berputar setiap 8 tahun sekali,” ujar Budi menceritakan isi dari Kitab Tatanen.

Dalam perputaran kondisi tersebut, kata Budi. Para leluhur dulu telah mengetahui jenis hama apa saja yang akan datang dan bagaimana cara untuk menanggulanginya. Bahkan jika dilihat secara detail perlakuan terhadap sanghiang sri (padi) diperlakukan secara istimewa.

Ini Baca Juga :  Sejarah Kelam Pemberontak DI/TII di Cibugel Sumedang, Konon Ratusan Nyawa Melayang Akibat Kekejamannya

Penggalan Kalimat Dalam isi Naskah Kitab Tatanen, Menerangkan Tatacara Hendak Menanam Padi di Tahun Alif

“Dalam Naskah ini terdapat satu penggalan kalimat dimana kalimat tersebut menerangkan tentang tatacara jika kita hendak menanam padi di tahun Ailf. Maka pada hari tertentu menghadap arah tertentu dengan hama tertentu. Selain itu dalam Kitab Tatanen juga disebutkan di awal menanam harus menyediakan salah satu jenis penangkal hama. Yang hendak datang pada tahun Alif dengan corak iklim yang hendak datang,” tutur Budi.

Masih kata Budi, hal tersebut itu merupakan tradisi yang menjadikan pertanian di Kabupaten Sumedang menjadi pertanian terbaik pada masanya. Bahkan sampai sekarang pun Padi Sumedang diakui kwalitasnya.

Ini Baca Juga :  Di Makam Keramat Sumedang ini, Putra Eyang Jaya Perkasa Hingga Eyang Bunda Cuntring Manik Disemayamkan

“Yang tadi itu adalah garis besar isi pada naskah kitab tatanen yang sudah di terjemahkan dari akasara huruf Kuno atau Naskah Kuno dari kitab Tatanen dengan huruf Pégon. Pada abad 17 para leluhur Sumedang sudah memilki ilmu pengetahuan. Tentang perputaran bintang/Astronomi yang diterapkan pada tradisi pengelohan ketahanan pangan. Karena pada masa itu kebutuhan makanan pokok sangat sulit untuk didapatkan. Dengan pengetahuan yang dimiliki para leluhur Sumedang, maka kebutuhan pokok mampu menyelamatkan kelangsungan hidup masyarakat Sumedang pada umumnya,” tandasnya.