Berita  

Lawan Sindikat TPPO, Desa di Sumedang Diminta Canangkan Desa Sadar Anti Perdagangan Orang

INISUMEDANG.COM – Kasus kekerasan terhadap para Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau dulu yang disebut Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kerap terjadi ketika sudah bekerja di luar negeri. Bahkan banyak kasus juga PMI dipulangkan karena statusnya ilegal.

Demikian disampaikan Ade Kusnadi perwakilan Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi Jawa Barat dalam acara sosialiasi Pencanangan Desa Sadar Anti Perdangan Orang dengan tema ‘Indonesia Bergerak Lawan Sindikat TTPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).

Sosialisasi tersebut digelar di gedung Islamik center Kabupaten Sumedang Minggu kemarin (26/11/2023), dihadiri para ketua BPD se-Kabupaten Sumedang.

Ini Baca Juga :  Soal Dugaan Korupsi Proyek Jalan Citengah-Cisoka, Kejari Sumedang Segera Tentukan Sikap

Dikatakan Ade, pemerintah desa dan BPD punya peran penting dalam keabsahan administrasi atau dokumen awal untuk para calon PMI, baik izin orang tua maupun izin suami sebagai syarat awal bisa bekerja di luar negeri.

“Maka canangkan desa sadar anti perdagangan orang dengan dikeluarkannya Peraturan Desa (Perdes) sebagai bentuk kehati-hatian atas maraknya percaloan terhadap para calon pekerja ke luar negeri,” ujarnya.

Ade menyebutkan, dalam UU nomor 18 tahun 2017 tenang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia bahwa korelasi pekerja migran dengan desa sangat penting. Sebab, kebanyakkan para pekerja migran itu berasal dari desa. Sedangkan di desa ada lembaga formal yaitu pemerintahan desa dan lembaga legislasi desa yakni BPD.

Ini Baca Juga :  14 Tahun Menanti Jalan Mulus, Warga di Sumedang Botram di Sepanjang Ruas

“Desa dan BPD merupakan mediator dan fasilitator dalam pendampingan calon PMI karena pemerintah desa harus melaksanakan pelayanan administrasi awal untuk dokumen keberangkatan keluar negeri,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Ketua Forum BPD Kabupaten Sumedang Asep Suryana bahwa, perlu adanya SOP yang tertuang dalam Perdes sebagai tindakan ke hati-hatian dari pemerintah Desa.

“Kerap kali ditemukan calon pekerja migran itu dibawah umur, padahal sesuai aturan bahwa usia pekerja migran itu minimal 18 tahun, bahkan izin orang tua atau suaminya bermasalah. Sehingga jika ada kehati-hatian dari tingkat desa maka tidak akan terjadi pelanggaran terhadap aturan tersebut,” tuturnya.

Ini Baca Juga :  Guru di Sumedang Padukan Pendekatan Deep Learning dengan 7 Kebiasaan Anak

Asep menuturkan, posisi BPD kuat dalam pencanangan desa sadar hukum, karena BPD memiliki validasi data untuk menjalankan fungsi kontrol dan pengawasan terhadap kebijakan desa yang akan mengeluarkan dokumen terhadap warganya yang akan melamar bekerja ke luar negeri.

“Pemerintah desa dan BPD harus melindungi para calon pekerja migran dari ujung rambut sampai ujung kaki karena sampai saat para pekerja migran itu belum maksimal dilindungi yang dibuktikan dengan masih banyak masalah dan kasus ditemukan terhadap para penghasil devisa (PMI) itu,” tandasnya.