INISUMEDANG.COM – Upaya mengenalkan kepada tenaga pendidik mengenai kurikulum merdeka belajar dan beragam episode dalam kurikulum baru, Kementrian Pendidikan Riset dan Teknologi menggelar Workshop Pendidikan bersama Anggota Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendy, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar, dan Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud RI, Drs. Zulfikri, M.Ed di Hotel Puri Khatulistiwa Jatinangor, Sabtu (26/11/2022).
Wakil ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf Macan Effendi menegaskan, tidak ada paksaan bagi sekolah untuk menjalani kurikulum tertentu. Sebab, kemampuan sekolah baik dalam intra struktur maupun suprastruktur berbeda-beda.
“Kami lebih menyerahkan kurikulum yang sesuai dengan kondisi sekolahnya. Kalau dirasa tidak mampu dengan kurikulum yang baru, bisa menjalankan kurikulum yang lama,” ujarnya kepada wartawan usai menjadi pembicara.
Menurut Dede Yusuf, melalui pusat kurikulum yang intinya Kementerian Pendidikan selalu mengeluarkan program-program baru namanya episode-episode bahkan sekarang sudah masuk episode 22. Nah tentu kalau namanya produk baru itu harus di launching harus ada yang namanya sosialisasi maka diciptakanlah program sosialisasi di Tahun 2022 ini salah satunya Workshop Pendidikan.
“Cukup banyak lah ratusan jumlahnya, di tahun 2023 nanti hampir 1000-an bentuk sosialisasi workshop Bimtek dan sebagainya yang intinya adalah masuk kepada para user user itu sendiri seperti pelaku pendidikan, guru, organisasi sekolah dan lain-lain. Untuk menjelaskan tentang apa itu program-program barunya. Nah kami tentu sebagai Mitra dari Kemendikbud selalu diundang untuk menghadiri apabila itu dilakukan di wilayah DPR,” ujarnya.
Sebab, kata politisi Partai Demokrat itu merubah sebuah sistem membutuhkan waktu tidak cukup satu kali. Karena sistem yang dirubah ini merubah sebuah paradigma berpikir yang telah dijalankan oleh pelaku-pelaku pendidikan selama kurun waktu bertahun-tahun. Sebelumnya kurikulum KTPS tiba-tiba masuklah yang disebut sebagai industri 4.0. Dimana digitalisasi lebih diprioritaskan dari pada penggunaan buku manual.
Era Digital
“Termasuk juga penggunaan sarana prasarana Informatika dan sebagainya. Untuk metode-metode pembelajaran kemarin pandemi menggunakan yang namanya daring, luring Hybrid dan sebagainya. Hampir semua dunia termasuk juga semua sektor berubah melakukan perubahan ke era digital. Nah di dalam dunia pendidikan juga untuk melakukan perubahan secara signifikan memang tidak bisa sekaligus melainkan harus bertahap,” ujarnya.
Semisal, lanjut Dede, dunia pendidikan sekarang terkendala dengan infrastruktur dan suprastruktur. Lara pengajar dan pelaku pendidikan juga terkendala dengan kebijakan-kebijakan daerah yang mana kebijakan daerah sudah dipangkas atau dibagi-bagi. Semisal SD dan SMP itu adanya di Kabupaten, sementara SMK dan SMA itu kewenangan di bawah provinsi.
“Nah karena berbeda kewenangan jadi berbeda anggaran. Termasuk juga berbeda penempatan artinya kewenangan penempatan ini saja cukup rancu sekali. sehingga apa yang terjadi kita membuat sebuah modul-modul yang disebut namanya sekolah penggerak, guru penggerak yang mestinya berusaha agar guru-guru yang terbaik ini tidak dipindah-pindah. Kepala Sekolah yang terbaik tidak dipindah-pindah. Tapi pada realitanya masih dipindah. Jadi akibatnya investasi yang dilakukan untuk mendidik seorang guru, kepala sekolah harus dimasukan dalam undang-undang agar kepala daerah tidak memiliki kewenangan memindahkan guru atau kepala sekolah,” paparnya.
Menurut Dede, pemindahan kepala sekolah itu mestinya harus tetap menjadi domainnya pemerintah pusat. Sebab, kalau kita mau jujur alokasi anggaran pendidikan ternyata masih mayoritas adalah dari pemerintah pusat termasuk juga gaji guru. Termasuk nanti juga guru agama akan ditarik ke Kemendikbud tidak lagi oleh Kemenag.
Terkait peralihan dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka, Dede mengakui memang masih banyak kendala. Salah satunya materi buku pelajaran kurikulum merdeka belajar belum semua sekolah mendapatkannya. Termasuk sarana dan prasarananya.
Perbedaan Kurikulum Merdeka Mengajar
Namun pada intinya, lanjut Dede, antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka hanya beda antara penamaannya saja, praktek di lapangan tak jauh beda dengan kurikulum yang sebelumnya.
“Sebenarnya itu hanya pengulangan sistem yang dulu pernah ada. Jadi hanya mencari bentuk sistem yang pernah ada diperbaiki, diberi judul nama baru. Padahal sebetulnya hanya berusaha untuk memudahkan sistem yang lama dengan sistem yang Baru,” ujarnya.
Sebagai contoh, perubahan zaman dunia pendidikan secara masifnya masuk digitalisasi media sosial pembelajaran melalui online. Sekarang mungkin guru tidak begitu didengar mereka, tetapi mereka lebih mendengar Google. Jadi adaptasi-adaptasi Inilah yang harus kita siapkan pemerintah pusat kita alokasikan anggaran sekitar 19 triliun untuk menggaji guru.
“Lagi-lagi terkendala di daerah, gaji sudah ada, tetapi pemerintah daerah mengatakan gajinya dari pusat tapi tunjangannya menjadi beban daerah. Itulah yang membuat banyak daerah masih dalam arti kata masih mengurangi formasi karena takut terbebani dengan tunjangan guru,” ujarnya.
Sementara itu, Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud RI, Drs. Zulfikri, M.Ed mengatakan pihaknya bersyukur sekali dapat dukungan dari DPR. Karena targetnya sendiri bukan sekedar mengubah kurikulum dalam artian kebijakan dan dokumen tapi ini berubah mindset/pola pikir bahwa kurikulum itu dibangun untuk memudahkan guru memberikan pelayanan kepada anak didik.
Penguatan Budi Pekerti Karakter
“Jadi kurikulum itu kendaraan sebetulnya yang selama ini mungkin kurikulum itu dirasakan membelenggu. Nah sekarang dengan kurikulum merdeka kita sederhanakan secara administrasinya kita sederhanakan juga kontennya, fokus kepada materi esensial dan mengutamakan penguatan budi pekerti karakter sehingga di kurikulum sebelumnya karakter itu mungkin lebih ke ekstrakurikuler,” ujarnya.
Kalau dengan kurikulum Merdeka ini karakter itu masuk ke dalam intrakurikuler plus ekstrakurikuler, jadi diperbesar porsinya, ruangnya lebih besar.
“Sehingga kita berharap guru tidak terlalu banyak dibebani oleh materi pelajaran. Sehingga waktu yang digunakan untuk guru menguatkan karakter anak itu lebih banyak. Karena kurikulum sekarang lebih fokus kepada pelayanan kepada anak. Jadi kalau dulu target guru itu adalah kurikulum Habis selesai disampaikan pada anak. Kalau sekarang anak mengalami perubahan cara berpikir paralel, menyikapi informasi data apakah hoax atau tidak,” ujarnya.
Menurut Zulfikri, secara keseluruhan saat ini ada 140.000 lebih sekolah yang sudah menerapkan kurikulum merdeka. Kemudian 2500 sekolah yang tergabung dalam sekolah penggerak, kemudian 43 ribuan sekolah se-indonesia itu sudah menerapkan kurikulum secara mandiri.
“Kalau untuk target secara nasional itu 2024 kita berharap kita sudah punya formula kurikulum nasional yang berbasis penguatan karakter. Kita berharap 2024 nanti kita sudah punya formula untuk diterapkan secara rasional,” tandasnya.