Kelompok Petani di Rancakalong, Sumedang Dilatih Pengenalan Digitalisasi Pertanian

INISUMEDANG.COM – Sekelompok dosen dan ilmuan yang tergabung dalam kolaborasi Sekolah Ilmu Teknologi Hayati (SITH) ITB dan Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung melakukan pelatihan selama 5 hari bagi dua Kelompok Tani di dua desa di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang.

Dua kelompok tani itu dilatih membuat instalasi hidroponik, pembuatan pupuk organik dan nutrisi dalam kerangka pertanian regenaratif.

Ketua Tim Pelaksana, Ramadhani Eka Putra S.Si M.Si PhD mengatakan pelatihan yang diikuti tiga kelompok tani tersebut, diantaranya Kelompok Wanita Tani Kemuning, Kelompok Wanita Tani Hanjuang Bungur, dan kelompok pemuda tani yaitu kelompok pemuda tani Rancakalong. Sebelumnya kedua kelompok tani itu mengikuti pelatihan membuat instalasi hidroponik, pembuatan pupuk organik dan nutrisi dilanjutkan dengan pelatihan penerapan teknologi digitalisasi pertanian.

“Sebagaimana kita ketahui, saat ini teknologi pertanian sudah semakin maju mengikuti perkembangan teknologi informasi berbasis internet. Sehingga sistem pertanian juga tidak terlepas dari pengaruh teknologi digital yang saat ini telah masuk ke semua sektor. Untuk pertanian di wilayah urban yang lebih padat modal dan teknologinya, penerapan digitalisasi pertanian sudah banyak dikembangkan sampai pada tingkat otomasi berbasis internet.
Dengan perkembangan teknologi internet tersebut, kami memandang perlunya pengenalan digitalisasi pertanian di tiga kelompok tani di dua desa Kecamatan Rancakalong tersebut,” katanya.

Teknologi yang dikenalkan dan diterapkan di ke dua desa dan tiga kelompok tani tersebut, lanjut Eka, adalah Teknologi Irigasi dan Fertigasi Berbasis Digital. Teknologi tersebut diterapkan sesuai dengan permasalahan di kedua Desa tersebut, karena permasalahan ketersediaan air pertanian yang kurang memadai dari sisi kuantitas pada waktu-waktu tertentu, terutama musim kemarau.

Ini Baca Juga :  Pj Bupati Sumedang: Ketahanan Keluarga Cegah Kekerasan pada Anak dan Perempuan

“Pelatihan penerapan teknologi digitalisasi pengaturan air ini melanjutkan pelatihan merancang dan menginstal pertanian hidroponik dengan nutrisi pupuk organik dalam kerangka pertanian regeratif. Sehingga rancangan penerapan digitalisasi irigasi pertanian yang kami bangun bisa digunakan dalam instalasi hidroponik atau pertanian sistem terbuka,” paparnya.

Teknologi digitalisasi irigasi bisa secara mekanik turun karena ada perbedaan elevasi (ketinggian) dengan memasang timer untuk mengatur volume air dan waktu penyiraman yang tentu disesuaikan dengan tanaman yang diusahakan, sampai mengenalkan teknologi otomasi irigasi berbasis internet (Internet of Things) bila di lokasi tersedia sinyal atau wifi. Namun untuk alternatif penerapan irigasi berbasis IoT ini tidak bisa dilakukan karena ketersediaan jaringan internet di lokasi.

“Kegiatan ini mendapatkan pendanaan dari program hibah kompetitif Jawa Barat 2023 dan bekerja sama dengan Dinas Hortikultura Jawa Barat. Dengan tema Pemanfaatan Teknologi Hayati, Regenerative Farming, Pasca Panen, dan Digitalisasi Berbasis Sumber Daya Lokal Bagi Pengembangan Ekonomi Hijau Berbasis Sistem Pertanian Mandiri Berkesinambungan.
Target dari kegiatan ini adalah petani dapat menerapkan dengan memasang timer pengaturan irigasi berbasis gravitasi,” ujarnya.

Lebih jauh lagi petani dapat menerapkan pengetahuan otomasi pertanian berbasis internet (IoT) yang telah mereka pelajari dalam pelatihan. Target ini sebagai lanjutan dari target-target pelatihan sebelumnya yang telah mampu menghasilkan instalasi hidroponik mandiri sebagai tahap awal dari proses diseminasi dari serangkaian kegiatan pelatihan menyeluruh.

Ini Baca Juga :  Kejari Sumedang Sebut Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Bus Tampomas Berpotensi Bertambah

Secara umum peran dan supporting sistem otomasi pertanian menjadi penting dalam membangun sektor pertanian dikaitkan dengan ketahanan pangan, pengembangan agrobisnis dan kesejahteraan rakyat, khususnya kesejahteraan petani atau pelaku ekonomi di bidang pertanian. Sektor pertanian menjadi tumpuan kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan yang meningkat sementara dukungan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun dari masa ke masa, karena adanya anggapan usaha pertanian kurang mempunyai nilai tambah sehingga kurang menarik dibanding di sektor industri dan jasa, terutama bagi generasi muda.

Dengan pelatihan digitalisasi dan otomasi pertanian kelompok pemuda tani menjadi lebih tertantang untuk mengembangkan dan memodifikasi teknologi otomasi berbasis IoT ini. Tidak sebatas pada sistem irigasi, pemberian air sesuai kebutuhan tanaman baik volume atau waktu penyiramannya, bisa juga dikembangkan kea rah pengaturan kelembapan tanah atau media tanam, mengatur kelembapan, dan suhu udara (iklim mikro), pengendalian organisme pengganggu tanaman, penyiangan, panen hingga kegiatan pascapanen dapat diterapkan dengan sistem otomasi.

“Keuntungan penerapan sistem otomasi dapat memperbaiki operasi pertanian tersebut, seperti waktu operasi menjadi lebih cepat (durasi pekerjaan lebih singkat), area operasi lebih besar, jumlah tenaga kerja berkurang, keseragaman dan konsistensi pekerjaan terjamin, standar kualitas produk terjamin, mengurangi kelelahan dan kebosanan kerja, meningkatkan kenyamanan, mengurangi kerusakan produksi pertanian, memperbaiki kuantitas dan kualitas produksi,” ujarnya.

Ini Baca Juga :  Bongkar Kasus Perdagangan Satwa Langka, Polresta Bandung Raih Apresiasi

Faktor -faktor tersebut yang menjadi impian pemuda tani dalam penerapan sistem otomasi di bidang pertanian. Oleh karena itu, pemangku kebijakan termasuk perguruan tinggi yang berkompeten dalam pengembangan ilmu harus mampu mengusahakan teknologi sistem otomasi yang dapat diterima masyarakat.

Masyarakat petani yang beragam, dengan dominansi kualitas pendidikan yang rendah sampai sedang menjadi tantangan yang besar agar teknologi sistem otomasi yang relatif tinggi ini dapat dipahami oleh petani. Strategi pelatihan melalui TOT (Training of Trainer) menjadi pilihan yang tepat untuk mempercepat perluasan penerapan sistem otomasi pertanian. Sistem pelatihan ini bisa dikembangkan dan diterapkan di tingkat perdesaan karena jangkauan teknologi internet juga sudah memasuki area perdesaan.

Sebagai informasi, Pelatihan ini dilakukan secara tim, gabungan dosen dan mahasiswa dari 2 perguruan tinggi, yaitu SITH ITB dengan UIN Sunan Gunung Djati bandung. Ketua Tim Pelaksana, Ramadhani Eka Putra S.Si M.Si PhD, dibantu oleh Ir. Yeyet Setiawati MP. dari SITH ITB sebagai ahli budidaya hidroponik, Dr. Ida Kinasih M.Si. sebagai ahli jasa ekosistem, perlindungan tanaman dan biodiversitas, dan Dr. Ir. Aep Supriyadi MP. sebagai ahli digitalisasi pertanian pada on farm, sedangkan ahli digitalisasi di sisi off farm oleh Dr. Mia Rosmiati, SP. MP.