Undang-Undang Pers (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers) adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip, ketentuan dan hak-hak penyelenggara pers di Indonesia. Undang-undang Pers disahkan di Jakarta pada 23 September 1999 oleh Presiden Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie dan Sekretaris Negara Muladi.
UU Pers menjamin setiap kebebasan wartawan memberitakan kejadian informasi berdasarkan fakta dan pada saat peliputan mengacu pada kode etik jurnalistik. Sejalan waktu, banyak perkembangan yang begitu dinamik dalam dunia industri jurnalistik. Dari siaran radio, media cetak, televisi, sampai online. Bahkan akun media sosial facebook, instagram, twitter, line, dan youtube pun menjadi ajang publikasi.
Menariknya, di zaman serba digital ini setiap warga bisa menjadi wartawan. Secara etimologi warta=berita wan=orang, jadi wartawan orang yang memberitakan. Jurnalisme warga (Citizen jurnalis) menjadi sesuatu yang familiar di era industri 4.0 ini. Setiap masyarakat bisa mempublikasikan kejadian di sekitarnya yang cepat, dekat, dan hangat.
UU (ITE) Sebagai Penyaring Penyebaran Informasi Tak Sesuai Fakta
Pesatnya perkembangan dunia informasi saat ini, dijadikan sebagian masyarakat menyebar isu hoax, provokasi dan ujaran kebencian. Bahkan menjadi alat politik untuk membunuh karakter lawan politiknya. Lebih parah lagi, penyebaran informasi yang tak sesuai fakta itu dijadikan alat pemecah belah agama dan isu sara lain.
Berdasarkan kejadian itulah pemerintah mengeluarkan UU Informasi Teknologi Eektronik (ITE) untuk menyaring perilaku masyarakat yang diluar batas kewajaran.
Sesuai pepatah, setiap profesi itu ada ilmunya. Jangan sampai memposting informasi namun berujung ke jeruji besi atau sanksi yang hakiki. Makanya, disini dapat membedakan mana jurnalisme warga yang tak berpacu ke kode etik jurnalistik, dan produk jurnalisme yang berpedoman pada kode etik jurnalistik. Fakta dan kredibel menjadi syarat utama seorang jurnalis membuat produk jurnalistik.
Seorang jurnalis tak hanya percaya pada satu sumber, melainkan mencari beberapa sumber untuk menguatkan informasi (chek and recheck). Seorang jurnalis juga memberitakan kejadian berimbang (balancing news), tidak memihak kemana pun dan memberikan keleluasaan Hak Jawab bagi Narasumbernya.
Menjadi pantrangan bagi seorang jurnalis menerima informasi dari sumber yang tidak kredibel. Begitu pun informasi yang tidak kuat sumber dan faktanya. Sehingga muncul istilah dept news dalam istilah jurnalistik (berita mendalam).
Begitulah kira-kira perjalanan dunia kewartawanan di era industri 4.0. Disisi lain peluang karena mudahnya mengakses berita, disisi lain tantangan karena harus berkompetisi dengan jurnalisme warga agar membenarkan informasi yang akurat sesuai fakta dan kode etik jurnalitik.
Selamat Hari Pers Nasional, Sumedang, 9 Februari 2022