INISUMEDANG.COM – Akhir-akhir ini macan kumbang atau macan tutul menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat terutama warga Desa Cimanggung dan Tegalmanggung Kecamatan Cimanggung. Pasca macan kumbang terusik keberadaannya hingga menyerang warga, dan terjadi perdebatan kusir apakah macan kumbang atau macan tutul atau Meong Congok. Berikut ulasannya.
Macan kumbang nama ilmiah Panthera pardus melas, subspesies yang sama dengan macan tutul Jawa merupakan salah satu penghuni rimba Halimun Salak. Kucing besar terakhir yang masih dapat dijumpai di hutan Pulau Jawa. Spesies ini hidup pada habitat yang bervariasi dari hutan hujan tropis, hutan pegunungan, hutan jati dan semak belukar.
Daerah jelajahnya umumnya terpusat pada badan air tempat berkumpulnya mangsa. Perjumpaan langsung di kaki Gunung Salak Bogor menjadi salah satu bukti bahwa kawasan TNGHS adalah habitat terbaik bagi macan kumbang. Sejak 2008, satwa ini termasuk dalam kategori critically endangered. Dalam Red List CITES, macan kumbang tergolong Appendix I yang menunjukkan bahwa spesies ini terancam punah dan dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.
Perbedaan Macan Kumbang dan Tutul
Berdasarkan penelusuran dari the national geographic, Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) atau macan kumbang adalah salah satu subspesies dari macan tutul yang hanya ditemukan di hutan tropis, pegunungan dan kawasan konservasi Pulau Jawa, Indonesia. Macan tutul ini memiliki dua variasi warna kulit yaitu berwarna terang (oranye) dan hitam (macan kumbang).
Macan tutul jawa adalah satwa indentitas Provinsi Jawa Barat. Dibandingkan dengan macan tutul lainnya, macan tutul jawa berukuran paling kecil, dan mempunyai
Indra penglihatan dan penciuman yang tajam. Subspesies ini pada umumnya memiliki bulu seperti warna sayap kumbang yang hitam mengilap, dengan bintik-bintik gelap berbentuk kembangan yang hanya terlihat di bawah cahaya terang.
Bulu Macan Kumbang Membantu Beradaptasi dengan Hutan
Bulu hitam macan kumbang sangat membantu dalam beradaptasi dengan habitat hutan yang lebat dan gelap. Macan kumbang betina serupa dan berukuran lebih kecil dari jantan.
Hewan ini soliter, kecuali pada musim berbiak. Macan tutul ini lebih aktif berburu mangsa di malam hari. Mangsanya yang terdiri dari aneka hewan lebih kecil biasanya diletakkan di atas pohon.
Macan tutul merupakan satu-satunya kucing besar yang masih tersisa di Pulau Jawa. Frekuensi tipe hitam (kumbang) relatif tinggi. Warna hitam ini terjadi akibat satu alel resesif yang dimiliki hewan ini.
Menurut cerita rakyat sekitar, yang ditemukan di Gunung Kareumbi kecamatan Cimanggung adalah jenis macan tutul atau Meong Congok atau Kucing Hutan. Berbeda dengan macan kumbang, menurut Jajang Bahar, ukuran macan kumbang atau Maung Lodaya lebih besar. Sementara macan tutul atau meong congok ukurannya lebih kecil dan mirip kucing besar (seukuran Anjing).
“Sejak beberapa tahun lalu, meong congok itu tak pernah kelihatan. Paling dari kejauhan mereka mencari sumber air atau makanan. Tapi sebetulnya indra penciuman mereka sangat tajam, berpuluh puluh kilometer juga mencium manusia, pasti mereka tak menampakan diri,” ujarnya.
Kasus kemarin, lanjut Jajang, diduga keberadaan Meong Congok terusik akibat pembalakan liar atau perburuan liar oleh orang tak bertanggung jawab. Sehingga mereka mencari tempat aman dan menyerang setiap manusia yang ada di hadapannya.
“Ini merupakan sebuah warning atau peringatan bahwa mereka tidak mau diusik, karena kalau kebetulan bertemu di dalam hutan, kalau kita tak mengganggu, mereka akan pergi begitu saja. Atau biasanya mereka tinggal di atas pohon dan sebenarnya memperhatikan manusia,” tandasnya.