BANDUNG – Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Padjadjaran (Unpad) menyebut masih banyak rumah sakit yang belum memaksimalkan program BPJS Kesehatan.
Pengurus IKA Unpad Iftida Yasa menjelaskan bila saat ini ujung tombak pelayanan kesehatan di Tanah Air ada di puskesmas, klinik, dan juga rumah sakit.
“Rata-rata penghasilannya rumah sakit itu 60 persen dapat dari BPJS Kesehatan. Tanpa BPJS kesehatan, rumah sakit tidak bisa hidup,” ungkap Iftida dalam Forum IKA Unpad.
Oleh karena itu, menurut Alumni Fakultas Hukum Unpad, tak seharusnya rumah sakit menolak atau menyampingkan bila ada pasien memakai BPJS Kesehatan.
Selain itu, Iftida menambahkan, mengenai rencana kelas rawat inap standar belum pasti diaplikasikan berdasarkan uji coba yang dihasilkan.
“Iuran masih berlaku seperti biasa, 3 kelas. Kalau kita punya kartu BPJS kesehatan kelas 3, tidak bisa naik kelas. Kalau kelas 2 atau 1 bisa naik ke kelas VIP. Diperbolehkan dengan catatan tambahan iuran,” jelasnya.
Pada pembahasan BPJS kesehatan, Iftida mengatakan, berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2016, difabel dan lansia mendapat perhatian khusus.
“Untuk difabel dan lansia akan dikasih kartu merah untuk line khusus prioritas,” ucap Pengurus IKA Unpad itu menegaskan.
Sampai saat ini, kata dia, 40 persen iuran BPJS kesehatan didapat dari penerima bantuan iuran (PBI). Ada yang dari APBN dan ada pula dari APBD. Lalu sebanyak 60 persen dari masyarakat.
“Dalam 60 persen itu, 30 persennya dari dunia usaha. Selebihnya adalah pekerja mandiri. Siapa saja yang mau ikut BPJS secara mandiri bisa,” tutur Iftida.
Iftida memaparkan BPJS kesehatan memiliki program rehabilitasi. Jika pengguna BPJS kesehatan memiliki tunggakan, bisa cicilan maksimal 12 bulan.
“Sudah tunggak 5 tahun misalnya, itu dihitung maksimal cuma dua tahun,” ungkapnya menandaskan.