INISUMEDANG.COM – Banyak cara dilakukan masyarakat setelah melewati hari lebaran. Mengisi waktu libur lebaran dan menunggu saat bekerja biasanya diisi dengan berwisata ke tempat wisata atau pergi ke sanak keluarga terdekat. Lalu, bagaimanakah tradisi lebaran bagi mereka yang tak melaksanakan mudik atau pulang kampung?
Berikut tim redaksi INISUMEDANG.COM merangkumnya dari berbagai sumber.
Biasanya setelah perayaan solat sunat idul fitri, masyarakat kampung yang tak melaksanakan mudik lebaran melakukan silaturahmi atau halal bi halal bersama tetangga atau saudara sekampung yang rumahnya agak jauh. Tradisi ini biasanya dilakukan seminggu setelah lebaran pasca seseorang sudah bersilaturahmi ke keluarga terdekat. Tak hanya dilakukan masyarakat kampung, Tradisi halal bi halal ini biasa dilakukan rekan sesama sekolah atau reuni SD SMP.
Tokoh atau orang yang dituakan biasanya menjadi tuan rumah acara halal bi halal atau bisa sering disebut open house ini. Tak hanya warga perkotaan, orang orang pedesaan ini juga menggelar halal bi halal. Dengan mengundang saudara jauh seperti saudara se kakek atau se nenek.
Tak lengkap rasanya libur lebaran hanya di rumah saja, biasanya masyarakat kampung pergi berdarmawisata ke tempat wisata pavorit seperti pantai, gunung, atau tempat wisata terdekat rumahnya. Meski rela bermacet macetan dan berpanas panasan, namun itulah seni libur lebaran.
Biasanya orang kampung menyewa mobil kolbak, meski sekarang orang kampung sudah memiliki kendaraan sendiri seperti mobil dan motor. Biasanya, mereka membawa perbekalan makanan dari rumah untuk disantap di tempat wisata.
Botram di Sawah Salah Satu Tradisi Yang Sering Dilakukan
Yang ketiga, Tradisi setelah lebaran adalah makan bersama atau istilahnya botram. Orang pedesaan biasanya pergi ke sawah atau ke ladang, kebun, kolam ikan untuk makan nasi liwet yang dimasak ramai ramai. Tak hanya dengan keluarga tradisi botram ini pun biasanya dilakukan bersama Rekan SD, SMP atau rekan sekampung yang sama sama melaksanakan pulang kampung.
Ikan asin, nasi liwet, sambal, pete, dan lalap lapan adalah menu yang tak boleh dilupakan. Biasanya, untuk mengumpulkan makanan ini dengan cara patungan, meski ada orang kampung yang menraktir semua makanan dan lauk pauknya.
Secara umum masyarakat Jawa mengenal dua kali lebaran yakni Idul Fitri dan lebaran ketupat.
Jika Idul Fitri diperingati pada 1 Syawal setiap tahun, maka lebaran ketupat akan diperingati pada 8 syawal atau sepekan setelah Idul Fitri.
Beberapa daerah di Jawa, masa lebaran ketupat adalah masa untuk kembali berkumpul bersama keluarga, menyambangi sanak saudara di tempat-tempat jauh, atau menggelar pasar dan melaksanakan hajat.
Meski kerap disebut lebaran ketupat, tidak semua daerah menghadirkan ketupat sebagai makanan khas. Di Pekalongan Jawa Tengah misalnya, lebaran ketupat dimeriahkan dengan lupis sebagai makanan khas. Kendati demikian, lebih banyak daerah yang mempertahankan tradisi berkumpul sambil makan ketupat bersama-sama.
Jika ditilik dari sejarahnya, beberapa sumber menyebutkan tradisi lebaran ketupat sudah ada di Jawa sejak masa Wali Songo. Sunan Kalijaga, salah satu bagian dari Wali Songo saat menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa memperkenalkan dua kali lebaran yakni Idul Fitri dan Bakda Kupat.
Sunan Kalijaga saat itu membawa ajaran puasa enam hari di bulan syawal yang memang diajarkan untuk umat muslim. Hadis Imam Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW bersabda barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian melanjutkan enam hari di bulan Syawal maka baginya pahal puasa selama setahun penuh.